Bos BCA Targetkan Kredit Tumbuh 12% Meski Ada Risiko Resesi Global
PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menargetkan penyaluran kredit pada 2023 dapat tumbuh signifikan tahun ini. Pada kuartal III-2022, emiten perbankan berkode BBCA ini mencatatkan pertumbuhan fungsi intermediasi sebesar 12,1% secara tahunan menjadi Rp 662,7 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan BBCA, sektor manufaktur menjadi penyerap terbesar kredit BBCA pada Januari-September 2022 atau hingga 23,3%. BBCA yakin dapat melanjutkan tren pertumbuhan kredit tersebut pada 2023.
"Kami cukup optimis tahun ini penyaluran kredit bisa tumbuh sekitar 12% dan pertumbuhan dana pihak ketiga bisa cukup tinggi," kata Presiden Direktur BBCA Jahja Setiaatmadja di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (16/1).
Jahja juga mengatakan porsi kredit bermasalah atau non-performing loan dapat ditahan di sekitar 2%. Hingga kuartal III-2022, NPL kotor BCA masih di sebesar 2,16%, sementara itu NPL bersihnya hanya 0,66%.
Jahja menargetkan pertumbuhan fungsi intermediasi tersebut di tengah tren kenaikan suku bunga simpanan dan pinjaman. Sebagai informasi, pertumbuhan tren suku bunga tersebut sejalan dengan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 2% sepanjang 2022 menjadi 5,5%.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat kenaikan bunga BI telah lebih dulu direspons dengan kenaikan bunga deposito. Di sisi lain, ia belum melihat kenaikan bunga pinjaman di perbankan sekalipun bunga acuan sudah naik sejak beberapa bulan lalu.
Menurut dia, kenaikan bunga deposito nantiya akan mendorong kenaikan bunga kredit. Kenaikan bunga biasanya terjadi untuk semua jenis pinjaman, baik kredit konsumsi seperti kredit kendaraan dan rumah maupun kredit untuk usaha.
Ia memperkirakan bunga kredit, khususnya untuk kredit modal kerja baru akan naik pada awal tahun depan. Sementara itu, David menilai perbankan akan berhati-hati menaikan bunga untuk jenis kredit yang persainganya ketat, seperti kredit konsumsi, KPR dan kredit kendaraan.
"Bank-bank juga tidak berani untuk buru-buru menaikkan," kata David pada Desember 2022 lalu.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan, bunga bank memang akan naik tetapi tidak akan setinggi kenaikan bunga BI. Bank sentral juga tampaknya berupaya untuk menahan agar bank-bank tidak serta menyesuaikan suku bunga kreditnya seiring likuiditas yang masih memadai.
Selain itu, kenaikan bunga acuan bank sentral itu juga ada sisi positifnya terhadap penurunan harga-harga barang. "Kenaikan bunga ini untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tren kenaikan suku bunga dunia," kata Rully.