Pengamat: Tarif Premi Asuransi Mobil Listrik Tidak Boleh Lebih Rendah
Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mendorong kebijakan pemerintah atas mobil listrik melalui pemberian tarif premi asuransi yang lebih rendah dibanding mobil konvensional dinilai tidak tepat.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai, keleluasaan bagi para pemain asuransi untuk mengenakan tarif premi yang rendah tidak sesuai dengan prinsip asuransi dan manajemen risiko.
“Karena jumlah populasi mobil listrik masih terbatas sehingga belum memenuhi hukum bilangan besar yang menjadi konsep dasar asuransi. Risiko mobil listrik juga jauh lebih tinggi dibandingkan mobil berbahan bakar. Karena potensi total kerugian mobil listrik jauh lebih besar dibanding mobil konvensional yang masih bisa diperbaiki,” ujarnya dikutip Kamis (22/6).
Menurutnya ada tiga hal yang menjadi sorotan dalam hal tersebut. Pertama, tidak ada batas minimum jumlah kendaraan agar bisa diasuransikan. Namun khusus mobil listrik disamping populasi yang masih sedikit, belum ada data statistik kerugian atau kecelakaan yang dialami mobil listrik.
Kedua, OJK menyalahi aturan tarif yang dibuatnya sendiri hanya karena semata-mata ingin mendukung kebijakan pemerintah memberikan subsidi kepada mobil listrik.
“OJK memberikan preseden buruk kepada pelaku industri melanggar tarif yang seharusnya ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan baik pelaku industri maupun regulator,” kata Irvan.
Ketiga, skema pengenaan asuransi kendaraan listrik harus tetap mengacu pada tarif asuransi kendaraan bermotor yang diatur oleh POJK No 2 /POJK.05 /2015 juncto SE OJK No 6 /SE.OJK.05 /2017 tentang Penetapan Tarif Premi Pada Lini Usaha Asuransi Harta Benda dan Kendaraan Bermotor.
Dalam hal ini menurutnya, alih-alih meninjau kembali tarif yang sudah berlaku 6 tahun OJK justru menurunkan tarif premi khususnya kendaraan bermotor. Selain itu juga menunjukkan tidak sensitifnya OJK pada praktik bisnis asuransi.
Tarif premi khususnya kendaraan bermotor tegasnya sudah harus dievaluasi. Premi perlu disesuaikan dengan kondisi risiko terkini setelah 6 tahun terakhir, seperti tingkat inflasi, kenaikan harga komponen suku cadang kendaraan bermotor, kenaikan harga bangunan, kenaikan tingkat upah UMR selama 5 -6 tahun terakhir yang naik signifikan.
Demikian pula ketentuan tarif asuransi kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam POJK No 2/2015 di atas yang berbasis area sudah tidak sesuai lagi.
“Karena asumsi makin jauh dari Jawa tarif premi makin rendah ternyata sudah tidak sesuai. Karena fakta bahwa sebagian besar suku cadang kendaraan didatangkan dari Jawa atau Jakarta yang membutuhkan ongkos angkut yang tidak sedikit memicu biaya perbaikan kendaraan di luar Jawa menjadi sangat tinggi,” jelas Irvan.
Oleh karena itu, Irvan mengusulkan agar minimal tarif asuransi mobil listrik sama dengan tarif asuransi kendaraan bermotor dengan POJK Nomor 2 /POJK.05 /2015 juncto SE OJK No 6 /SE.OJK O5/2017 tentang Tarif Premi Lini Usaha Harta Benda dan Kendaraan Bermotor sebesar 3% tanpa dikenakan diskon.
“Sampai diperoleh data statistik kerugian atau kecelakaan mobil listrik dan populasi mobil listrik dan jumlah yang sudah diasuransikan,” katanya.
Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan, OJK telah mengirimkan surat kepada para pelaku industri untuk menetapkan tarif premi asuransi mobil listrik lebih rendah.
Ketentuan ini berlaku hingga 31 Desember 2023 di mana aturan mengenai asuransi mobil listrik ini masih tetap mengacu kepada ketentuan yang berlaku di bidang perasuransian.
"Dalam rangka mendorong kebijakan pemerintah atas mobil listrik, OJK telah mengeluarkan surat kepada pelaku industri. Pada intinya, memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi untuk mengenakan tarif asuransi mobil listrik pada tingkat yang lebih rendah," ujarnya.