Sinyal Penurunan Suku Bunga AS Menguat, Pasar Kripto Belum Bergairah

Hari Widowati
15 Juli 2024, 14:16
ilustrasi kripto
pexels.com
Penurunan inflasi AS belum direspons positif oleh pasar kripto.
Button AI Summarize

Data inflasi harga konsumen (CPI) Amerika Serikat pada Juni menunjukkan penurunan sebesar 0,1% yang merupakan penurunan pertama sejak Mei 2020. Hal ini meningkatkan ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) pada September mendatang.

Jika suku bunga turun, pasar kripto akan mendapatkan sentimen positif. Bahkan, pasar memperkirakan penurunan suku bunga The Fed bakal terjadi dua kali atau lebih hingga pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada November mendatang.

Crypto Analyst Reku Fahmi Almuttaqin mengatakan inflasi AS yang melandai merupakan sesuatu yang cukup penting bagi prospek pasar kripto dalam beberapa bulan ke depan. "Dengan tren inflasi yang membaik, potensi terjadinya peningkatan aliran dana segar ke pasar kripto imbas perubahan kebijakan ekonomi AS yang lebih longgar, terlihat semakin dekat," ujar Fahmi dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (15/7).

Namun, ia menilai pasar kripto masih cukup tertekan sejak awal Juni sehingga kemungkinan tidak merespons perkembangan tersebut secara signifikan.

Di sisi lain, bursa saham AS, yang sejak Juni lalu telah mengalami reli, melihat perkembangan data inflasi sebagai momentum untuk melakukan aksi ambil untung (profit taking) sebagai upaya antisipasi menjelang musim laporan keuangan. Situasi di bursa saham berbeda dengan di pasar kripto di mana Bitcoin yang menyentuh US$70.000 (Rp 1,13 miliar) pada 5 Juni lalu telah mengalami penurunan sehingga merosot ke US$54.000 (Rp 870,16 juta) pada 5 Juli.

Memanfaatkan Anomali Menjadi Peluang

Meningkatnya tekanan jual di pasar kripto dalam beberapa hari terakhir tercermin dalam indeks Fear and Greed yang mengukur kondisi sentimen pasar melalui beberapa sumber data, termasuk media sosial.

"Indeks Fear & Greed yang dikompilasi alternative.me pada Jumat (12/7) menyentuh angka terendahnya di angka 25. Ini angka yang terakhir kali terlihat pada 9 Januari 2023 ketika Bitcoin saat itu berada pada level US$17.000 (Rp 273,94 juta)," ujar Fahmi. Ini merupakan salah satu area harga terendah Bitcoin setelah mencapai siklus bullish pada 2021.

Menurut Fahmi, bukan hanya data inflasi yang direspons dingin oleh pasar kripto. "Pengajuan ETF Solana oleh VanEck dan 21Shares juga tidak diikuti oleh peningkatan harga token SOL yang signifikan," ujarnya.

Meskipun terdapat beberapa hal yang bisa menjelaskan kondisi tersebut, seperti minimnya optimisme pelaku pasar terhadap kemungkinan disetujuinya ETF Solana, hal itu bukan hal yang biasa terjadi di pasar kripto.

Anomali ini bisa menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan oleh para investor. Pelaku pasar bisa memburu aset-aset kripto potensial yang memiliki nilai adopsi solid, namun secara performa harga masih belum begitu terapresiasi.

Aset-aset ini menyimpan potensi menarik yang bisa digali lebih lanjut oleh para investor dengan seksama. "Reku juga rutin menambah daftar aset kripto setiap minggunya, untuk memperluas pilihan diversifikasi investor," lanjutnya.

Meski demikian, Fahmi tetap mengimbau agar investor selalu bijak dalam mengambil keputusan investasi dan memilih platform investasi aset kripto yang aman dan terdaftar agar terhindar dari risiko-risiko teknis.

"Selain itu, investor juga bisa menabung rutin atau melakukan strategi dollar-cost averaging (DCA) selagi memantau kondisi pasar secara reguler," ujar Fahmi.

Ia menyarankan investor untuk memantau rangkuman investasi melalui fitur Investment Insight di platform Reku. Dengan demikian, kinerja investasi secara periodik dan koin yang dimiliki dapat dipantau secara real time tanpa harus menghitung secara manual.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...