Sinyal Lemah Insentif Pajak Mobil 0% untuk Memompa Industri Otomotif
Kementerian Perindustrian mewacanakan relaksasi pajak pembelian mobil baru hingga 0%. Usulan ini sudah diajukan kepada Kementerian Keuangan. Relaksasi pajak ini diharapkan bisa kembali mendorong penjualan mobil, yang lesu di masa pandemi Covid-19.
"Industri otomotif itu turunan begitu banyak. Tier 1 dan tier 2 banyak, sehingga perlu diberi perhatian agar daya beli masyarakat meningkat. Sehingga bisa membantu pertumbuhan industri manufaktur di bidang otomotif tersebut," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang pekan lalu. Dia mengajukan relaksasi ini diberikan hingga akhir tahun ini.
Tak hanya industri otomotif, wacana ini bisa memberikan angin segar bagi emiten-emiten yang berbisnis penjualan mobil. Beberapa emiten tersebut di antaranya PT Astra International Tbk (ASII), PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS), PT Tunas Ridean Tbk (TURI), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), dan PT Bintraco Dharma Tbk (CARS).
Mengutip Kontan.co.id, Sekretaris Perusahaan Tunas Ridean Dewi Yunita menilai, kemungkinan relaksasi ini mampu mendongkrak penjualan mobil baru di masa pandemi Covid-19. Dia mengatakan tren penjualan mobil TURI cenderung lebih baik dibandingkan saat awal masa pandemi.
General Manager Corporate Communication MPMX Natalia Lusnita menilai relaksasi ini menandakan pemerintah mencoba membantu meningkatkan daya beli masyarakat dan mengusahakan pemulihan penjualan mobil yang terus terpuruk di masa pandemi.
Kinerja emiten tersebut telah anjlok sepanjang semester I tahun ini. Dampak pandemi Covid-19 telah menghantam bisnis mereka. Penjualan mobil turun sejak Maret lalu. Meski sudah berangsur naik, tapi volumenya belum sampai normal, seperti sebelum adanya pandemi.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan relaksasi ini bisa menjadi sentiment positif dan pasti berdampak ada peningkatan daya beli masyarakat atas kendaraan. Dengan asumsi, bagi masyarakat yang biasa gemar membeli mobil bekas ada potensi untuk membeli mobil baru.
Karena dengan adanya relaksasi pajak ini perbandingan harga antara mobil baru dan mobil bekas tidak terlalu jauh. Dengan kondisi ini diharapkan permintaan mobil baru jauh lebih baik. "Tapi saya rasa dengan kondisi saat ini tidak akan terlalu signifikan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (22/9).
Relaksasi pajak hingga 0% akan membuat harga mobil baru semakin murah. Harapannya, penjualan mobil bisa kembali naik dan menjadi sentimen positif saham-saham emiten otomotif. Apalagi saham emiten otomotif sudah tergolong murah saat ini.
Menurutnya, secara valuasi mayoritas emiten otomotif sudah tergolong diskon. "Ini dilihat dari nilai PBV (harga saham dibandingkan nilai buku) dalam rentang lima tahun ini sudah di bawah rata-rata," ujarnya.
Meski begitu, wacana ini belum tentu bisa mendongkrak saham-saham otomotif. Sukarno mengatakan investor akan tetap melihat kondisi perkembangan ekonomi ke depannya. Salah satu yang menjadi perhatian dalam pemulihan ekonomi ini adalah perkembangan vaksin Covid-19.
Jika pengembangan vaksin ini berhasil, pandemi berpeluang berakhir dan pemulihan ekonomi bisa berjalan. Jika perkembangan tersebut jauh dari harapan, masyarakat lebih memilih mengalokasikan dana mereka untuk Kesehatan terlebih dahulu ketimbang membeli mobil.
Senada dengan Sukarno, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga meragukan relaksasi pajak 0% bisa memacu peningkatan penjualan mobil. Di tengah kondisi pandemi saat ini, masyarakat lebih memikirkan untuk menyimpan uang ketimbang membelanjakan.
“Kebijakan relaksasi pastinya menjadi angin segar bagi industri. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana relaksasi ini mampu meningkatkan daya beli masyarakat,” ujarnya kepada Katadata.co.id.
Penjualan Mobil Lesu Akibat Pandemi
Pandemi Covid-19 sejak Maret lalu, telah membuat penjualan mobil di dalam negeri lesu. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil di Indonesia anjlok hingga 90% pada April lalu dari 76.811 unit pada Maret, menjadi 7.868 unit. Pada Mei kembali turun 55% menjadi 3.551 unit. Penjualan mobil baru mulai bangkit pada Juni mencapai 12.623 unit hingga Agustus 37.277 unit.
Bisnis otomotif PT Astra International Tbk anjlok tahun ini. Total penjualan mobilnya turun hingga 45% sepanjang semester I-2020. "Penjualan mobil secara ritel turun sekitar 40.45%, namun jika kita lihat pangsa pasar merek-merek Astra hingga Juli mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu sekitar 53%," kata Direktur Astra Henry Tanoto saat paparan publik Agustus lalu.
Tahun ini, kontribusi pendapatan Astra dari bisnis otomotif telah berkurang. Dari lima bisnis Astra, otomotif menyumbang pendapatan hingga 43% pada semester I tahun lalu. Pada semester I tahun ini porsinya berkurang menjadi hanya 36%. Begitu pula porsi otomotif terhadap laba perseroan yang turun dari 35% menjadi hanya 13%.
Kinerja PT Indomobil Sukses Internasional Tbk juga anjlok akibat lesunya bisnis otomotif. Berdasarkan laporan keuangan, penjualan mobil, truk, dan alat berat hanya Rp 2,86 triliun. Turun 42,4% dibandingkan semester I tahun lalu yang mencapai Rp 4,97 triliun.
Total pendapatan perseroan turun 23% dari semester I tahun lalu menjadi 7,38 triliun. Indomobil pun membukukan rugi bersih hingga Rp 347,4 miliar dari laba bersih yang didapat pada periode yang sama tahun lalu Rp 462,6 miliar.
Bisnis penjualan mobil merupakan kontributor terbesar pendapatan Bintraco Dharma. Sekitar 62,5% pendapatan perseroan disumbang dari bisnis ini. Sisanya dari bisnis suku cadang, sewa operasi, pembiayaan, dan layanan purna jual. Penjualan mobil perseroan pada Juli mencapai 767 unit. Angka ini meningkat 13,12% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara penjualan Juni meningkat 62% dari realisasi Mei. Lesunya penjualan membuat kinerja keuangan perseroan anjlok pada semester I-2020.
Pada segmen otomotif, Bintraco hanya membukukan pendapatan senilai Rp 1,69 triliun, turun hingga 40% dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan pendapatan pun terjadi di segmen bisnis pembiayaan konsumen hingga 39,9% menjadi Rp 307,05 miliar dan bisnis purna jual 29% menjadi Rp 241,31 miliar. Akibatnya, Bintraco harus menanggung kerugian bersih hingga Rp 55,38 miliar. Padahal, semester I tahun lalu masih membukukan laba bersih hingga Rp 85,01 miliar.
Anak usaha dari perusahaan milik Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk ini, memiliki bisnis penjualan mobil online, yaitu Bidbox. Berdasarkan laporan keuangan, pendapatan dari penjualan motor dan mobil beserta suku cadang sepanjang semester I-2020 turun 33% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp 4,9 triliun. Padahal, bisnis ini menyumbang 88,7% total pendapatan Mitra Pinasthika Mustika.
Penurunan ini membuat total pendapatan perseroan turun 31% menjadi 5,5 Rp triliun. Perseroan pun embukukan kerugian bersih pada semester I-2020 hingga 89,9 miliar. Padahal semester I tahun lalu masih mencatatkan laba bersih Rp 249,9 miliar.
Sekretaris Perusahaan Mitra Pinasthika Mustika Bernadeth Conny mengatakan pandemi Covid-19 telah berdampak pada perusahaan, salah satunya pembatasan operasional. Meski tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK), jumlah karyawan perseroan sepanjang enam bulan pertama tahun ini sudah berkurang 410 orang menjadi 4.215 karyawan.
Mitra Pinasthika juga telah menyiapkan strategi dalam mempertahankan kelangsungan usaha. Salah satunya, "perseroan melakukan efisiensi untuk menekan biaya operasi di semua lini usaha," kata Bernadeth dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Agustus lalu.