Pemprov DKI Jakarta Tambah Kepemilikan Saham Perusahaan Anker Bir?
Di tengah polemik Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol, Pemerintah Daerah DKI Jakarta tercatat menambah kepemilikan saham pada PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). Perusahaan tersebut merupakan produsen minuman beralkohol bermerek Anker Bir, Carlsberg, Kuda Putih, dan San Miguel.
Hal ini berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan Delta Djakarta pada 9 November 2020 terkait laporan bulanan registrasi pemegang efek, per Oktober 2020 di website Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemda DKI Jakarta memiliki jumlah saham sebanyak 467,06 juta unit saham. Kepemilikan tersebut setara dengan 58,33% dari total seluruh saham Delta Djakarta yang beredar.
Padahal, bulan sebelumnya Pemda DKI Jakarta hanya memiliki saham emiten berkode DLTA sebanyak 210,2 juta unit saham. Jumlah tersebut setara dengan 26,25% dari total saham beredar. Perubahan porsi saham hanya terjadi pada Pemprov DKI dan San Miguel Malaysia.
San Miguel Malaysia sebelumnya merupakan pemegang saham mayoritas dari Delta Djakarta. Per September 2020, kepemilikan saham San Miguel mencapai 467,06 juta unit saham atau setara dengan 58,33% dari total saham beredar. Kemudian berkurang pada Oktober menjadi hanya 219,2 juta unit saham atau setara 26,25% dari total saham beredar.
Sementara, porsi kepemilikan saham publik per Oktober 2020, tercatat sebanyak 123,39 juta unit saham atau setara dengan 15,41%. Porsi saham publik tersebut, tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Meski begitu, Komisaris Utama Delta Djakarta Sarman Simanjorang membantah. Dia mengatakan Pemda DKI Jakarta tidak pernah melakukan penambahan porsi kepemilikan pada produsen minuman beralkohol tersebut. "Tidak ada penambahan, dari dulu sampai sekarang tetap 26,25% saham Pemprov DKI Jakarta," katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (13/11).
Katadata.co.id pun sudah melampirkan dokumen keterbukaan informasi milik Delta Djakarta kepada Sarman melalui pesan singkat WhatsApp. Meski begitu, hingga berita ini ditulis, Sarman belum memberikan respons lebih lanjut.
Dalam dokumen keterbukaan informasi tersebut, memang tidak dijelaskan lebih lengkap soal perubahan tersebut. Adapun harga saham Delta Djakarta sepanjang Oktober 2020 mengalami kenaikan 1% menjadi Rp 4.030 per saham pada 27 Oktober 2020. Sementara, rata-rata harga saham DLTA sepanjang Oktober di harga Rp 4.016,84 per saham.
Catatan penambahan porsi kepemilikan saham Pemda DKI Jakarta di Delta Djakarta ini berbanding terbalik dengan janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Padahal, surat rencana penjualan saham Delta Djakarta sudah disampaikan Anies ke DPRD sejak bulan Mei 2018.
Anies pernah menyampaikan, dana penjualan saham akan lebih bermanfaat bila digunakan untuk pembangunan bagi masyarakat."Apalagi dengan ukuran APBD sekarang, nilai itu menjadi kecil sekali (saham Delta)," kata Anies.
Delta Djakarta membukukan laba bersih senilai Rp 70,68 miliar sepanjang sembilan bulan tahun ini yang berakhir 30 September 2020. Catatan tersebut ternyata turun hingga 68,01% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dimana Delta Djakarta mampu membukukan laba bersih Rp 220,92 miliar.
Penurunan laba bersih tersebut disebabkan turunnya penjualan neto Delta Djakarta hingga triwulan III 2020 sebesar 42,36% secara tahunan menjadi Rp 349,07 miliar. Hal ini tercatat dalam laporan keuangan perusahaan yang diunggah melalui keterbukaan informasi. Bursa Efek Indonesia.
Penjualan Delta Djakarta mayoritas masih dilakukan di pasar domestik, dimana mampu meraup pendapatan bersih mencapai Rp 371,69 miliar, turun hingga 45,56% secara tahunan. Sementara dari kegiatan ekspor, Delta Djakarta mampu mengantongi pendapatan senilai Rp 887,25 juta atau turun 24,91% secara tahunan.
RUU Larangan Minuman Beralkohol
Dalam beberapa hari terakhir ini, Badan Legislasi DPR melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol. Para pengusul dari Fraksi PKS, Gerindra, dan PPP menyatakan aturan ini untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat mengkonsumsi minuman beralkohol.
Draf undang-undang yang terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal itu menyebtukan minuman beralkohol yang terlarang diklasifikasi berdasarkan golongan dan kadarnya. Misalnya, golongan A merupakan minuman dengan kadar etanol atau C2H5OH lebih dari satu sampai lima persen. Sementara golongan B sebagai minuman berkadar etanol lebih dari lima sampai 20 persen. Terakhir, golongan C yang memiliki kadar etanol lebih dari 20 sampai 55 persen.
“Selain minuman beralkohol berdasarkan golongan sebagaimana dimaksud pada ayat satu, dilarang minuman beralkohol yang meliputi minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan,” demikian bunyi ringkasan Pasal 4 Ayat 2 draf tersebut yang dikutip Katadata.co.id, Kamis (12/11).