Efek Bebas Royalti Batu Bara, Beban Keuangan Perusahaan Bisa Turun 15%
Pemerintah resmi mengeluarkan aturan pengenaan royalti 0% untuk pengusaha batu bara yang mengeluarkan hilirisasi. Dengan adanya peraturan tersebut, perusahaan batu bara dinilai bisa mengurangi beban yang menggerus profitabilitas.
Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengatakan secara historis tarif royalti berkontribusi variatif pada perusahaan batu bara. Selama ini rata-rata perusahaan tambang batu bara menanggung pembayaran royalti antara 10%-15% terhadap total beban keuangan mereka.
"Sehingga jika dikenakan royalti 0% akan cukup membantu," kata Dessy kepada Katadata.co.id, Selasa (23/2), terkait Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Berdasarkan laporan keuangan beberapa emiten batu bara, beban pokok penjualan yang ditanggung perusahaan lebih dari 64% - 88% total pendapatannya. Sehingga margin laba kotor yang didapat berkisar paling besar 36% - 12%, sebelum dipotong lagi beban operasi, pajak dan royalti.
Memang tidak semua perusahaan tambang batu bara yang diuntungkan terkait aturan ini. Menurut Dessy sejauh ini ada beberapa produsen batu bara yang cukup diuntungkan oleh relaksasi tersebut, di antaranya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang tengah menyelesaikan bisnis hilirisasi batu bara.
Bukit Asam yang merupakan perusahaan milik pemerintah tengah menggarap bisnis hilirisasi batu bara menjadi produk dimethyl ether (DME). Sementara, Adaro tengah menggarap bisnis hilirisasi batu bara menjadi methanol.
Respons Perusahaan Batu Bara
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie mengatakan penerbitan peraturan yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja itu, sebagai langkah positif. Kebijakan ini menjadi upaya pemerintah mendukung hilirisasi pertambangan, terutama batu bara.
"Ditegaskannya insentif 0% dalam PP tersebut untuk pelaksanaan kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara bisa mendorong lebih cepat terciptanya kemandirian energi dan ketahanan industri dalam negeri," kata Apollonius kepada Katadata.co.id, Selasa (23/2).
Meski begitu, Apollonius belum bisa memastikan target pengurangan beban pada 2021 ini dengan adanya relaksasi royalti tersebut. Namun, secara umum, dengan kondisi global yang terus menunjukkan sinyal positif, bisnis batu bara tahun ini lebih baik dibanding 2020.
Sementara, dengan adanya peraturan soal royalti ini, Adaro berharap agar regulasi ini di industri batu bara dapat membuat perusahaan-perusahaan nasional tetap bisa eksis. Selain itu, perusahaan bisa ikut mendukung ketahanan energi nasional.
Head Of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan meski royalti menjadi 0%, perusahaan batu bara diharapkan tetap memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk royalti, pajak, tenaga kerja, CSR dan lain-lain.
"Selain itu, saat ini sektor batu bara masih menjadi salah satu sektor yang diunggulkan untuk menyumbang devisa dan menyokong perekonomian negara," kata Febriati kepada Katadata.co.id, Selasa (23/2).
Dalam salinan PP 25 Tahun 2021, pembebasan royalti itu tercantum dalam Bab II Pasal 3. Di dalamnya tertulis, pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi, dan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak yang melakukan kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan royalti 0%.
Pengenaan royalti sebesar 0% akan mempertimbangkan kemandirian energi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Pembebasan royaltinya berdasarkan volume batu bara yang digunakan dalam rangka kegiatan peningkatan nilai tambah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan peningkatan nilai tambah, besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaannya akan diatur dalam peraturan menteri. Besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan royalti sebesar 0% harus terlebih dahulu mendapat persetujuan menteri keuangan.