Keuangan Emiten 2020 Diproyeksi Hancur, Baru Pulih Kuartal II-2021
Saat ini masih sedikit emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sudah merilis laporan keuangan 2020. Prediksinya, kinerja mayoritas emiten di tahun awal pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, memburuk dibanding tahun sebelumnya.
"Secara umum saya bisa katakan laporan keuangan 2020 akan jelek, karena tahun lalu pusat pandemi Covid-19," kata Direktur Panin Asset Management (AM) Rudiyanto dalam market outlook, Rabu (3/3).
Menurutnya, dari total 727 emiten di Bursa EFek Indonesia, paling banyak hanya 30 emiten yang capaian penjualan dan laba bersihnya mengalami kenaikan pada tahun lalu. Kinerja emiten di tahun lalu, mayoritas mengalami penurunan.
Kondisi ini diperkirakan masih akan terjadi hingga kuartal I-2021. Dia memperkirakan dalam tiga bulan pertama tahun ini kinerja emiten cenderung stagnan, tidak ada pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laporan keuangan emiten bisa kembali bangkit setelah Maret tahun ini.
"Laporan keuangan Maret 2020 masih dalam kondisi normal. Jadi, kalau laporan keuangan triwulan I tahun ini dibanding tahun lalu, masih stagnan," katanya.
Sementara, memasuki triwulan II dan triwulan III 2021, laporan keuangan bakal lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Karena efek pandemi sangat terasa pada triwulan kedua dan ketiga tahun lalu. Sepanjang periode itu, kinerja emiten anjlok.
Perekonomian yang diprediksi membaik tahun ini akan berdampak pada pertumbuhan kinerja emiten. Sentimen positif kinerja keuangan emiten terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG), bakal paling terasa setelah Maret 2021.
Beberapa emiten memang telah mengeluarkan laporan keuangan, seperti industri perbankan. Laporan keuangan emiten bank besar mayoritas turun. Salah satunya Bank Central Asia (BCA) yang turun 5,02% menjadi Rp 27,13 triliun.
Penurunan laba bersih BCA, terbilang kecil dibandingkan dengan bank besar lainnya. Seperti laba bersih Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang turun 45,73% menjadi Rp 18,65 triliun. Begitu pula dengan Bank Negara Indonesia (BNI) yang juga turun 78,68% menjadi Rp 3,28 triliun.
Faktor Pendorong Kinerja Emiten 2021
Rudiyanto menilai laporan keuangan emiten setelah Maret 2021 bakal kinclong karena pemerintah memberikan berbagai insentif untuk sektor riil. Mulai dari industri otomotif, hingga sektor properti yang mendapat relaksasi fiskal.
Seperti untuk sektor otomotif, pemerintah memberikan pembebasan dan diskon PPnBM kendaraan di bawah 1500 cc yang memiliki kandungan lokal minimal 70%. Pemerintah memberikan keringan 100% pada Maret-Mei, lalu diskon berkurang jadi 50% pada Juni-Agustus, dan menjadi 25% pada September-November.
"Ini merupakan sentimen bagus dan langsung to the point. Karena bukan disubsidi pajak, tapi adalah bagaimana penjualan mobil jalan," kata Rudiyanto.
Dari sektor properti, pemerintah memberikan relaksasi pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan rumah baru dengan nilai di bawah Rp 2 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memberikan diskon PPN hingga 50% untuk penjualan rumah dengan nilai Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Namun, diskon pajak 100% dan 50% tersebut hanya berlaku untuk pembelian rumah baru siap huni.
Selain itu, Bank Indonesia melonggarkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit properti alias kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis hunian. Jadi, konsumen tak perlu membayar uang muka karena kebutuhan dana dalam memperoleh kredit properti ditanggung oleh bank.