Mematut Prospek Saham Blibli, e-Commerce Terintegrasi Grup Djarum
PT Global Digital Niaga atau Blibli akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) awal bulan depan. Pengelola e-commerce milik Grup Djarum itu akan menawarkan maksimal 17,77 miliar saham atau setara 15% saham perusahaan.
Unicorn teknologi ini memulai masa penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) dengan tahap penawaran awal yang berlangsung pada 17-24 Oktober 2022.
Saham perdana ditawarkan dengan harga awal Rp 410 - Rp 460 per saham. Dengan demikian, perusahaan berpotensi meraup dana senilai Rp 8,17 triliun dari aksi korporasi ini.
Aksi korporasi ini berpotensi menjadi penghimpunan dana terbesar kelima di pasar modal Tanah Air setelah PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) Rp 21,90 triliun, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) Rp 18,79 triliun, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) Rp 13,73 triliun, dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Rp 12,25 triliun.
Lalu, bagaimana prospek saham perusahaan?
Analisis Ajaib Sekuritas, M. Julian Fadli mengatakan, secara prospek Blibli memiliki dukungan dari kekuatan grup yang besar, sehingga berpotensi untuk memiliki prospek fundamental yang baik secara tren jangka panjang.
"Blibli didukung oleh GDP Venture yang merupakan modal venture Grup Djarum," kata Julian.
Dia memaparkan, Blibli menyediakan pengalaman konsumen yang terintegrasi, baik secara daring atau online maupun luring atau offline.
Di dalamnya terdapat e-commerce Blibli.com dan tiket.com serta aktif mengoperasikan toko fisik untuk mitra dengan merek terkemuka, termasuk Samsung, VIVO, dan OPPO, serta supermarket barang kebutuhan sehari-hari yang dioperasikan oleh anak perusahaan yaitu, toko fisik Ranch Market.
Per 31 Desember 2021, menurut Frost & Sullivan, Blibli.com menduduki peringkat nomor satu dalam kategori makanan segar dan elektronik dalam omnichannel B2C, dan peringkat nomor dua dalam otomotif dan B2B, di antara pelaku e-commerce lain di Indonesia.
Blibli mencatatkan pertumbuhan Total Processing Value (TPV) dari seluruh segmen, yaitu Ritel 1P, Ritel 3P, Institusi maupun Toko Fisik. Secara Keseluruhan dari tahun 2020 hingga 2021 TPV tumbuh sebesar 44,7% secara tahunan.
Sejak tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2021 hingga tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2022 pertumbuhan keseluruhan TPV mencapai 95%.
Menurut Julian, pertumbuhan TPV sejalan dengan pendapatan bruto menjadi sebesar Rp 9,51 triliun, atau meningkat 97,7% secara tahunan dari periode yang sama tahun lalu, Rp 4,81 triliun.
Pengeluaran untuk diskon dan promosi menurun secara tahunan, hasil dari strategi dan fokus Bblibli yang positif atas monetisasi platform dan optimasi diskon serta promosi langsung secara efektif di segmen ritel, institusi dan toko fisik.
Hal tersebut membuat pendapatan neto BELI meningkat menjadi sebesar Rp 8,85 triliun, melesat 106% secara tahunan dari Rp 4,29 triliun.
Blibli mencatatkan penurunan EBITDA yang semakin dalam, dari 2020 yang tercatat terkontraksi sebesar Rp 3,21 triliun menjadi Rp 3,37 triliun pada 2021, karena meningkatnya beban pokok pendapatan dan beban penjualan, seiring dengan bertambahnya skala operasional dan penambahan anak perusahaan yang baru diakuisisi Blibli.
Perusahaan juga mencatatkan kenaikan total aset menjadi sebesar Rp18,3 triliun, meningkat 104% secara tahunan dari sebelumnya Rp8,9 triliun.
Blibli masih mencatatkan kinerja yang negatif, tercermin pada laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif yang masih membukukan rugi Rp3,35 triliun, cenderung meningkat dari tahun sebelumnya dengan rugi Rp 2,41 triliun.
"Meskipun masih memiliki kinerja negatif dari sisi bottom line, Blibli berhasil mencatatkan rasio solvabilitas yang membaik, sehingga akan meningkatkan kinerja keuangan yang positif ke depan," ujar Julian dalam laporan hasil risetnya.
Hal ini tercermin pada penurunan rasio utang terhadap aset atau Debt to Asset Ratio (DAR) dari sebelumnya 71,75% di tahun 2020 menjadi 45,16% pada 2021. Selain itu rasio utang terhadap ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER) juga menyusut dari sebelumnya 247,87% pada 2020 menjadi 82,34% pada 2021.