Peringkat Daya Saing Indonesia Turun, Makin Tertinggal dari Malaysia
Peringkat daya saing Indonesia dalam laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang baru dirilis World Economic Forum (WEF) turun ke posisi 50 dari posisi 45 pada tahun lalu. Tak hanya penurunan peringkat, skor daya saing Indonesia juga turun meski tipis 0,3 poin ke posisi 64,6.
Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia makin tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama. Demikian pula dari Malaysia dan Thailand yang sebenarnya juga turun masing-masing dua peringkat tetapi mash diposisi 27 dan 40.
Berbeda dengan Indonesia yang mengalami penurunan skor daya saing, skor kedua negara masih mengalami peningkatan meski turun peringkat.
Meski masing tertinggal dari Indonesia, Vietnam mengalami kenaikan peringkat daya saing hingga 10 peringkat ke posisi 60. Salah satu yang tertinggi dari 141 negara yang diperingkat.
(Baca: Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Makin Melambat)
WEF dalam laporannya menyebut skor daya saing Indonesia sebenarnya tak banyak berubah. Lembaga itu juga menilai Indonesia memiliki kekuatan pada pasar dan stabilitas makro ekonomi.
Meski demikian, peringkat Indonesia terkait stabilitas makro turun dari sebelumnya 51 menjadi ke peringkat 54.
Pembangunan infrastruktur yang masif juga tak berhasil mengangkat peringkat daya saing Indonesia terkait infrastruktur yang justru turun tahun ini dari posisi 71 tahun lalu menjadi 72.
Meski demikian lembaga itu mencatat Indonesia memiliki budaya bisnis yang baik dengan skor Indonesia, menurut WEF, masih memiliki ruang perbaikan yang dapat menaikkan sekitar skor daya saing sebesar 30-40 poin.
Ekonom Faisal Basri dalam blog pribadinya menjelaskan indeks daya saing global merupakan indikator komposit dari 103 indikator yang dikelompokkan dalam 12 pilar. Skor terburuk Indonesia dialami pada pilar ke-12 terkait inovasi yang hanya memperoleh skor 37,7 dari skor tertinggi 100.
(Baca: Darmin: Infrastruktur Indonesia Tertinggal akibat Krisis Moneter)
Kemudian pilar ketiga, adopsi pada ICT (information and communication technology) dengan skor 55,4. Lalu pilar kedelapan yakni pasar tenaga kerja.
"Pada pilar pertama, ada komponen atau indikator transparansi yang miliki nilai sangat rendah yaitu 38," tulis Faisal, dikutip, Kamis (10/10).
Sementara itu, menurut dia, pilar stabilitas makroekonomi yang memperoleh skor tertinggi sebesar 90 dan merupakan prasyarat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan belum dapat mengerek daya saing Indonesia.
"Sehingga di ASEAN-6, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina dan Vietnam. Perbaikan di Indonesia perlu diakselerasikan agar tidak disusul Vietnam," jelas dia.
Di sisi lain, peringkat daya saing Indonesia menurut IMD World Competitiveness Ranking 2019 justru membaik. Indonesia melejit ke posisi 32 dunia atau naik 11 peringkat dibandingkan 2018 yang berada di posisi ke-43 dunia, seperti terekam dalam databooks di bawah ini.
IMD menggunakan empat indikator utama dalam penilaiannya, yakni kinerja ekonomi, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Indonesia menunjukkan perbaikan daya saing yang paling menggembirakan di kawasan Asia Pasifik.