Kerja Sama Mata Uang Lokal, Transaksi Rupiah/Baht Meroket 291%
Kerja sama transaksi perdagangan dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) Indonesia dan Thailand semakin menguat. Bank Indonesia (BI) melaporkan total transaksi LCS pada dua bulan pertama 2019 mencapai THB 272 juta atau setara Rp 121 miliar.
"Taransaksi meningkat tajam dari periode yang sama tahun lalu sebesar THB 69,5 juta atau setara Rp 30 miliar," demikian tertulis dalam siaran pers yang dikutip Katadata.co.id, Senin (25/3). Dengan demikian, transaksi perdagangan yang menggunakan mata uang rupiah/baht meroket hingga 291,37%.
Melalui skema ini, importir Indonesia yang hendak melakukan impor barang dari Thailand dapat melakukan transaksi menggunakan mata uang baht melalui bank operasionalisasi kerangka LCS. Sebaliknya, eksportir Indonesia dapat dibayar dalam mata uang rupiah, tanpa perlu mengkonversinya ke dalam dolar Amerika Serikat (AS).
Kerangka kerja sama ini akan mengurangi biaya transaksi valuta asing terhadap rupiah dengan adanya kuotasi harga secara langsung antara rupiah dengan mata uang negara mitra. Hal ini diharapkan dapat mengembangkan pasar keuangan berbasis mata uang lokal, mendorong diversifikasi eksposur mata uang, dan memperluas akses pelaku usaha.
(Baca: Bertemu Menlu Thailand, Jokowi Bahas Penurunan Harga Karet)
Adapun sejak diimplementasikan pada 11 Desember 2017, total penggunaan LCS terlihat adanya tren peningkatan. Sepanjang 2018, transaksi perdagangan melalui LCS mencapai rata-rata THB 130 juta atau setara Rp 58 miliar per bulan. Perkembangan ini menjadi salah satu topik yang mengemuka dalam diskusi pertemuan bilateral Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur Bank of Thailand (BoT) Veerathai Santiprabhob pada 23 Maret 2019 di Jakarta.
LCS ini telah memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi antar negara. Kondisi tersebut juga memberikan kepercayaan pasar dan berdampak positif bagi perdagangan bilateral Indonesia dan Thailand. Selain LCS, pertemuan tersebut membahas perkembangan perekonomian kedua negara serta arah dan implementasi kebijakan bank sentral, terutama di bidang sistem pembayaran.
Kedua bank sentral menekankan pentingnya optimalisasi manfaat perkembangan ekonomi dan keuangan digital dengan berbagai inovasi teknologi terkini, termasuk penerapan QR Code. Optimalisasi manfaat perkembangan ekonomi tetap ditempuh dengan memitigasi potensi risiko, termasuk dari sisi stabilitas sistem keuangan, serta anti pencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan teroris (PPT).
(Baca: Tekanan Global Mereda, Rupiah Diprediksi Menguat Hingga Akhir Tahun)
BI dan BoT secara rutin melakukan tukar pandangan dan pengalaman sehingga dapat memperkaya dan memperkuat kapasitas kedua belah pihak dalam mengelola risiko dan tantangan ke depan. Kedua bank sentral tersebut juga meyakini penguatan kerja sama antar otoritas di tingkat bilateral, regional, dan multilateral menjadi kunci dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Ke depan, kedua gubernur meneguhkan komitmen untuk terus memperkuat kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua bank sentral, termasuk melanjutkan pertemuan bilateral dalam tataran Pimpinan Bank Sentral maupun dalam tataran teknis.