BI Waspadai Risiko dari Pemulihan Ekonomi Dunia yang Bersifat Temporer

Desy Setyowati
29 November 2017, 12:35
Agus Martowardojo
ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) bersama Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (ketiga kiri)), saat menghadiri pertemuan tahunan Bank Indonesia 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (28/11).

Bank Indonesia (BI) menyebutkan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi ekonomi Indonesia ke depan. Tantangan tersebut berasal dari ekspor Indonesia yang masih terpaku pada komoditas sumber daya alam (SDA) dan pemulihan ekonomi dunia yang dikhawatirkan hanya bersifat sementara.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan pertumbuhan ekspor pada Kuartal III 2017 sebesar 17,26 % hanya terbatas pada komoditas. "Pertumbuhan ekonomi belum responsif merespon pemulihan ekonomi global. Peran konsumsi rumah tangga masih terbatas. Perbaikan ekspor juga belum merata," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo saat Pertemuan Tahunan BI di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (28/11).

(Baca: BI Proyeksi Ekonomi 6,2% di 2022, Jokowi: Kita Harus Optimistis)

Agus juga mengatakan risiko atas penyebaran pasar ekspor Indonesia yang mulai terkonsentrasi ke Tiongkok, mengingat rebalancing yang dilakukan negara itu. "Tiongkok yang rebalancing-nya ada perlambatan itu jadi risiko juga terutama untuk ekspor," tutur Agus.

Kemudian, ketergantungan pada impor jasa, khususnya jasa transportasi yang membuat neraca jasa terus mencatat defisit, pembiayaan yang belum optimal dan masih bergantung pada pembiayaan luar negeri, hingga perkembangan ekonomi digital.

"Risiko yang timbul akan semakin kompleks, seperti risiko tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, cyber trap, risiko konsumen, dan risiko stabilitas sistem keuangan," ujar dia.

Adapun tantangan global yang dihadapi potensi pemulihan ekonomi global yang temporer karena tidak didukung produktivitas ekonomi dunia yang cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari investasi di negara-negara G20 yang lebih lambat dibanding sebelum periode krisis keuangan.

Tantangan global lainnya yakni berlanjutnya pengetatan moneter yang bisa mempengaruhi arah pergerakan likuiditas dunia. Di samping itu kondisi geopolitik di semenanjung Korea yang diperkirakan bisa mengubah arus modal di negara-negara emerging, termasuk Indonesia.

(Baca juga: Ekonomi Kuartal III Lima Negara ASEAN Melaju, Indonesia Tertinggal)

BI juga melihat risiko gejala proteksionisme, akumulasi kerentanan sistem keuangan global yang terindikasi dari price earning ratio (PER) yang sudah terlalu tinggi. Juga dari leverage perusahaan yang diikuti dengan kenaikan rasio utang terhadap ekspor (debt to services ratio/DSR) di beberapa negara.

Tantangan ekonomi ke depan ini, kata Agus penting untuk diketahui, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga Kuartal III 2017 tercatat 5,06% telah mengalami pemulihan, dan Indonesia juga mendapat pengakuan dari dunia atas perbaikan yang dilakukan. Beberapa pengakuan, seperti peningkatan peringkat surat utang menjadi layak investasi dari Standard and Poor's (S&P). 

SElain itu, Indonesia juga mengalami kenaikan indeks daya saing global (Global Competitiveness Index) oleh World Economic Forum ke posisi 36, dan kenaikan peringkat kemudahan dalam berusaha (Ease of Doing Business) oleh World Bank ke posisi 72.

"Namun ada beberapa hal tantangan ke depan yang musti kami catat untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Agus.  (Baca: Empat Langkah BI Dorong Kredit 2018 Tumbuh 10-12%)

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...