Pajak Terancam Kurang Rp 188 Triliun, Pemerintah Diramal Rem Belanja
Penerimaan pajak diprediksi bakal meleset dari target yang sebesar Rp 1.283,6 triliun tahun ini. Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) memperkirakan selisih antara target dengan realisasi (shortfall) mencapai Rp 113,74 triliun hingga Rp 188,72 triliun.
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan, bila shortfall mencapai 188,72 triliun, maka realisasi penerimaan pajak hanya sebesar Rp 1.094,88 triliun atau 85,3% dari target. Bila itu terjadi, defisit anggaran berisiko mencapai 3,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di atas batas yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara yaitu maksimal 3%.
Maka itu, ia memprediksi pemerintah bakal mengerem belanja negara agar defisit tak melampaui batas maksimalnya. "Kalau penerimaan hanya 85% maka defisit (anggaran) bisa mencapai 3,6%. Secara praktis tidak mungkin sebesar itu. Maka pemerintah akan ambil skenario mengerem belanja," kata dia saat Seminar bertajuk 'RAPBN 2018 dan Refleksi Penerimaan Pajak Tengah 2017' di Kafe Tjikini Lima, Jakarta, Selasa (22/8).
Di sisi lain, bila shortfall pajak hanya mencapai Rp 113,74 triliun, maka realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.169,86 triliun atau 91,14% dari target. Alhasil, defisit anggaran berpotensi melebar menjadi 3%. Bila ini yang terjadi, “Pilihannya, pemerintah tambah utang atau kurangi belanja?” kata dia. (Baca juga: Pemerintah Bakal Genjot Belanja untuk Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,2%)
Adapun pemerintah dan DPR menyepakati defisit anggaran tahun ini sebesar 2,92% terhadap PDB. Namun, pemerintah memprediksi realisasinya hanya akan mencapai 2,67%. Penyebabnya, realisasi belanja biasanya tidak mencapai 100%.
Mengacu pada data Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), pemerimaan pajak memang tercatat masih jauh dari target. Hingga Juli 2017, penerimaan pajak baru sebesar Rp 601,1 triliun atau 46,8% dari target. Meski begitu, nominalnya tumbuh 12,47% dibanding periode sama tahun lalu. Salah satu penyokongnya yaitu penerimaan dari program amnesti pajak (tax amnesty) di tiga bulan pertama 2017. Bila tanpa program tersebut, maka pertumbuhannya hanya 8,49%.
“Masih sulit untuk mengejar target hingga akhir tahun. Tapi ini masih lebih baik dibanding pencapaian 2016,” kata Prastowo. (Baca juga: Sri Mulyani Mengaku Kesulitan Dongkrak Penerimaan Pajak)
Secara umum, ia berpandangan bahwa program amnesti pajak cukup berhasil, terutama dalam mendorong kesadaran masyarakat terhadap pajak. Sayangnya, data-data dari program tersebut tidak bisa langsung ditindaklanjuti, lantaran Kementerian Keuangan belum merilis aturan yang memungkinkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk menyasar objek pajak dari data amnesti pajak tersebut.
“Catatan kami, Ditjen Pajak ada keterbatasan menindaklanjuti karena aturan pemerintah untuk amnesti pajak belum keluar. Maka Ditjen Pajak tidak punya landasan hukum dan tidak jelas pinaltinya berapa? siapa?” kata dia.