Darmin dan Menteri ESDM Akan Hitung Peluang Kenaikan Harga BBM
Pemerintah tengah mengkaji rencana penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dan energi pada beberapa bulan ke depan seiring tren kenaikan harga komoditas. Namun, pemerintah akan berupaya mengendalikan harga bahan pangan agar kebijakan tersebut tidak menyebabkan melambungnya angka inflasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution enggan berspekulasi terhadap peluang kenaikan harga BBM pada semester kedua nanti. Sebab, dia masih ingin membahas kemungkinan tersebut dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. "Belum tentu (naik harga), kami sedang kalkulasikan saja," katanya usai rapat koordinasi mengenai harga pangan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pekan lalu.
Di tempat yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo juga menyatakan akan membahas masalah tersebut dengan Menteri ESDM. Sebab, Menteri ESDM memang memiliki rencana menyesuaikan harga BBM dan elpiji.
Namun, Agus meminta pemerintah mengatur waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM dan harga elpiji. Tujuannya agar inflasi pada tahun ini sesuai target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 4 persen plus minus 1 persen.
Menurut dia, ada ruang menyesuaikan harga BBM jika harga pangan bergejolak (volatile food) dapat dikendalikan. "Kalau seandainya volatile food-nya terjaga, ada ruang melakukan penyesuaian administered price, khususnya yang terkait dengan BBM atau elpiji. Kalau yang listrik sudah masuk di dalamnya," ujar Agus.
Hingga akhir Maret lalu, inflasi dari harga pangan bergejolak secara year on year mencapai 2,89 persen. "Kami harapkan bisa terjaga di bawah 4 sampai 5 persen," katanya.
Karena itulah, Agus meminta pemerintah memperhitungkan waktu yang tepat untuk menyesuaikan harga BBM. Waktu tersebut pada saat inflasi tidak tinggi. "Tanggal 20-an Mei kan sudah mulai bulan puasa. Jadi kami mesti mewaspadai (dampak kenaikan harga BBM," katanya.
Menurut Agus, ketika deflasi 0,02 persen pada Maret lalu itu sebetulnya merupakan kesempatan yang bagus untuk menyesuaikan harga BBM. Namun, kondisinya saat itu memang belum mengharuskan pemerintah menyesuaikan harga BBM pada semester pertama ini.
Di sisi lain, Agus menilai penyesuaian harga BBM perlu dilakukan sebagai bentuk reformasi struktural pemerintah. Reformasi itu berupa pengurangan hingga pencabutan subsidi energi. "Kami pun bisa menerima (dampaknya inflasi naik) karena itu adalah komitmen reformasi struktural dan itu sifatnya satu kali, one time."
Sedangkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan harga pangan bergejolak hingga saat ini masih terkendali. Namun, dari hasil kunjungannya ke beberapa pasar, dia berharap adanya penurunan harga beberapa bahan pangan, seperti gula dan minyak goreng.
"Saya ke pasar tradisional, saya suruh agar mereka (pedagang) jual gula Rp 12.500 per kilogram. Kedua minyak goreng sekarang masih Rp 11.700, saya bilang harus Rp 10.500 untuk yang kemasan sederhana," katanya.