Boediono: Pemerintah Perlu Perbaiki Akar Masalah Ekonomi
Wakil Presiden Indonesia periode 2009 – 2014, Boediono, mengingatkan setiap jajaran di pemerintahan saat ini agar selalu belajar dari sejarah perekonomian bangsa di masa lalu. Tujuannya agar dapat menelurkan kebijakan yang tepat dalam rangka menyelesaikan permasalahan perekonomian sekarang. Dengan begitu, pemerintah tidak kembali terjerumus ke lubang kesalahan yang sama.
Menurut dia, memahami sejarah perekonomian bangsa merupakan suatu hal yang sangat penting, terutama saat akan mengambil kebijakan perekonomian yang akan berdampak kepada masyarakat luas. Pembelajaran terhadap sejarah ini akan menghindarkan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tidak tepat. Selain itu, menghindarkan dari kebijakan yang hanya menyelesaikan masalah di permukaan, tidak sampai ke akar persoalannya.
Bercermin dari perjalanan sejarah, Boediono mengamati masalah perekonomian yang muncul di masa sekarang merupakan masalah lama. Artinya, masalah itu disebabkan hal yang sama namun belum tuntas diselesaikan di masa lalu. Alhasil, masalah itu ttap menghantui sampai sekarang. (Baca: Petuah Boediono Agar Indonesia Tak Tertinggal dari Malaysia)
"Saya semakin merasakan betapa pentingnya pengambil keputusan sadar akan sejarah," ujar Boediono saat menyampaikan sambutan kunci dalam acara "1st Thee Kian Wee Lecture Series" yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa (20/9).
Meski mengaku tidak terlalu menekuni sejarah ekonomi Indonesia, Boediono baru saja merilis buku berjudul "Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah". Buku ini berisi penggalan kesalahan pemerintah dalam mengelola kegiatan ekonomi sejak masa penjajahan Belanda hingga saat ini. Kesalahan itu terutama dalam mengelola sumber daya alam (SDA), yaitu ekstraksi atau mengeruk hasil bumi.
Padahal, Indonesia sudah saatnya tidak lagi mengandalkan kegiatan pengerukan sumber daya bumi. Sebab, Guru Besar Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengibaratkan, praktik itu seperti orang yang menjual harta warisan lalu akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Adapun yang paling ideal adalah menggunakan kegiatan pengelolaan SDA ini untuk kepentingan masyarakat luas.
(Baca: Boediono dan Penggalan Krisis Ekonomi Indonesia)
Mengacu kepada penggalan kesalahan kegiatan ekonomi yang masih berlangsung sampai saat ini, Boediono berharap pemerintah dapat belajar dari kesalahan terdahulu. Bukan hanya tentang pengerukan sumber alam, dia pun berharap, pemerintah dapat memahami kesalahan-kesalahan terdahulu dan memperbaikinya sampai ke akar masalah. Jadi, tidak akan muncul kembali masalah yang sama di kemudian hari.
Di tepat yang sama, mantan Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu juga menyatakan, pemerintah saat ini harus belajar dari sejarah. Dalam pengelolaan SDA, para pengambil keputusan selama ini terlalu terlena dengan kenaikan harga komoditas dan SDA yang tinggi. Namun, ketika harganya jatuh, pemerintah tidak memiliki langkah untuk mengantisipasinya.
"Memang ketika ekonomi bagus, kita akan menghasilkan kebijakan yang buruk. Tapi dengan perekonomian yang buruk, kita akan berupaya membuat kebijakan yang baik," ujar peneliti senior CSIS ini. (Baca: Boediono "Peringatkan" Pemerintah Bahaya Krisis Finansial)
Lebih lanjut, Marie menjelaskan, pentingnya pemerintah memperbaiki perekonomian Indonesia secara lebih inklusif. Ia mengapresiasi langkah pemerintah merilis sejumlah paket kebijakan untuk memperbaiki situasi ekonomi. Namun, implementasinya masih perlu mendapat pengawasan yang serius.
Jika dibandingkan, pemerintah telah mengeluarkan 13 paket kebijakan eknomi dalam waktu kurang dari 12 bulan. Padahal, jumlah tersebut setara dengan kebijakan ekonomi selama 10 tahun di masa lampau.
Jadi, Marie menyarankan tiga poin utama untuk membangun perekonomian yang lebih inklusif di Indonesia. Pertama, diversifikasi produk ekspor. Kedua, memangkas ekonomi biaya tinggi. Ketiga, meningkatkan infrastruktur.