BI dan The Fed: Ekonomi Global Hadapi Tiga Tantangan Besar

Yura Syahrul
1 Agustus 2016, 12:45
Bank Indonesia
Arief Kamaludin|KATADATA
Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengidentifikasi tiga tantangan besar yang tengah dihadapi ekonomi global. Tantangan tersebut juga diamini oleh Presiden Federal Reserve Bank of New York (FRBNY), bank sentral Amerika Serikat (AS), William C. Dudley.  

Agus menyampaikan hal itu dalam seminar yang diselenggarakan oleh BI bersama Federal Reserve di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8). Seminar yang mengambil tema “Managing Stability and Growth under Economic and Monetary Divergence” tersebut merupakan salah satu perwujudan hubungan strategis antara BI dan FRBNY.

Dalam pidato pembukaannya, Agus menyatakan, tantangan pertama adalah membuat strategi mengejar target pertumbuhan ekonomi pasca krisis keuangan lobal. Kedua, menyusun kebijakan moneter yang optimal menghadapi kondisi perekonomian yang semakin terbuka.

(Baca: Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Dunia Masih Rapuh)

Ketiga, mencapai stabilitas keuangan di tengah keragaman (divergensi) kebijakan moneter dunia. “Ketiga topik ini secara khusus dikupas di dalam seminar,” kata Agus, seperti dikutip dari siaran pers BI, Senin (1/8).

Senada dengan Agus, Presiden Federal Reserse melihat beragamnya kebijakan ekonomi dan moneter yang didominasi oleh negara-negara ekonomi terbesar di dunia merupakan tantangan bagi pemulihan ekonomi global. Sebab, kebijakan yang tak seragam itu dapat menimbulkan risiko tersendiri.

Ekonomi global

Para pembuat kebijakan moneter di masing-masing negara dituntut menyusun langkah-langkah yang dapat mendukung pertumbuhan dan memitigasi risiko. Tuntutan lainnya adalah membuat kebijakan yang bertujuan mempertahankan stabilitas moneter dan keuangan.

Menurut Dudley, kebijakan moneter tidak bisa statis, namun harus mampu menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. Terdapat dua langkah penting pengambilan kebijakan moneter.

(Baca: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Global Akibat Brexit)

Langkah pertama adalah mempertimbangkan secara ekspansif ekosistem ekonomi global. Untuk itu, pengambilan kebijakan moneter harus dilakukan secara cepat. Kedua, saling berkomunikasi secara jelas dan konsisten di antara para bank sentral.

Sekadar informasi, seminar yang dihelat oleh BI dan FRBNY ini merupakan bagian dari pertemuan eksekutif bank sentral di kawasan Asia Timur dan Pasifik (Executives' Meeting of East Asia-Pacific Central Banks – EMEAP). Terdapat 11 jurisdiksi yang menjadi anggota EMEAP, yaitu Australia, Selandia Baru, Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Hong Kong, Cina, Korea dan Jepang.

Dua pekan lalu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund / IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini. Perekonomian dunia diperkirakan tumbuh 3,1 persen atau lebih rendah dari prediksi sebelumnya yaitu 3,2 persen.

(Baca: Lembaga Keuangan Dunia Ramai-ramai Pangkas Pertumbuhan Ekonomi)

Yang menjadi penyebab adalah keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa yang dikenal sebagai Britain’s Exit (Brexit). Langkah Inggris tersebut telah menimbulkan gelombang ketidakpastian terhadap sektor bisnis yang memang sedang rentan. Selain itu, kepercayaan konsumen pun merosot.

“Dampak nyata Brexit akan terlihat secara bertahap, dan makin menyebabkan ketidakpastian untuk perekonomian serta politik,” kata Kepala Ekonom dan Konselor Ekonomi IMF, Maurice Obstfeld melalui keterangan resminya, 19 Juli lalu.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...