Defisit Lebih 3 Persen, Chatib Basri Khawatir Dana Asing Kabur

Desy Setyowati
29 Juli 2016, 12:10
Chatib Basri
Donang Wahyu|KATADATA

Menurut Chatib, kondisi Indonesia saat ini sudah lebih positif dibandingkan negara lain, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi maupun kondisi fiskal. Singapura dan Australia, misalnya, hanya tumbuh 2,5 persen dan 2 persen. Adapun Brasil terkontraksi hingga 3,8 persen dengan defisit anggaran yang mendekati 10 persen.

Berdasarkan kondisi itulah, Ekonom dari Universitas Indonesia ini mengkhawatirkan pelebaran defisit anggaran akan menyebabkan hengkangnya dana asing.

“Yang membuat orang (asing) yakin sama Indonesia itu budget deficit kita tidak akan lebih dari tiga persen. Jadi tidak akan punya masalah dengan utang,” kata Chatib di Jakarta, Kamis (28/7). Sebab, kalau defisit yang membesar dibiayai dengan utang sedangkan peningkatan jumlah utang akan memperbesar risiko.

Jika melongok ke belakang, rasio utang Indonsia pernah melebihi 100 persen terhadap PDB pada 1998. Kondisi itu kemudian membuat terpuruknya ekonomi. Saat ini, kondisinya membaik dengan rasio utang hanya sekitar 26 persen.

Hal itulah yang membuat lembaga pemeringkat internasional memberikan predikat layak investasi atau investment grade kepada Indonesia. Namun, jika utang meningkat dan tak terkendali, maka akan menimbulkan risiko. “Perlu diingat alasan kenapa Standard and Poor’s (S&P) tidak memberikan investment grade (kepada Indonesia), karena masalah fiskal,” kata Chatib.

(Baca: Pajak Seret, Defisit Anggaran Naik Rp 42,7 Triliun dalam Sebulan)

Di sisi lain, kalau defisit anggaran dibatasi maksimal tiga persen maka pemerintah terdorong membelanjakan anggarannya secara efektif dan efisien.

Pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), misalnya, yang dialihkan untuk belanja produktif seperti infrastruktur. “Batasan (defisit anggaran) tiga persen itu yang selama ini menyelamatkan Indonesia dalam hal kepercayaan investor.”

Chatib menyadari, banyak orang mengharapkan pertumbuhan ekonomi tinggi. Namun, pertumbuhan di kisaran 5-5,1 persen saat ini pun sebenarnya sudah cukup bagi di Indonesia dibandingkan negara-negara lain di kawasan regional. Negara lain yang menggantungkan penerimaan dan ekonominya pada sumber daya alam (SDA) justru mengalami pertumbuhan negatif atau maksimal hanya tumbuh satu persen.

Meskipun untuk mencapai pertumbuhan lebih dari lima persen itu membutuhkan usaha keras dari pemerintah, terutama mendorong penerimaan untuk memastikan pembangunan infrastruktur tetap berlanjut. “Kalau kita bisa perlahan tumbuh ke arah lebih tinggi, tentu bagus. Tapi kita harus realistis dengan kondisi eksternal yang dihadapi.”

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...