Tax Amnesty dan Repatriasi Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 2017
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) optimistis perekonomian tahun depan bisa tumbuh 5,2 hingga 5,6 persen. Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) dan repatriasi dana diharapkan bisa menopang pencapaian pertumbuhan tersebut.
Meski kondisi perekonomian global belum pulih dari krisis, ada tiga faktor yang mampu mendukung target pertumbuhan ekonomi 2017. Pertama, mempertahankan atau bahkan meningkatkan belanja modal. Kedua, mendorong investasi. Ketiga, memperkecil dampak negatif dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau lazim disebut Britain’s Exit (Brexit).
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini ketiga faktor tersebut bisa dipenuhi asalkan kebijakan pengampunan pajak berjalan efektif. Untuk itu, pemerintah harus memastikan target penambahan penerimaan pajak dari tax amnesty sebesar Rp 165 triliun tahun ini dapat tercapai.
Selanjutnya, tambahan penerimaan tersebut akan memberi ruang lebih besar bagi pemerintah untuk meningkatkan belanja modal. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur bisa terus berjalan tahun depan sehingga ujung-ujungnya dapat mengerek pertumbuhan ekonomi.
(Baca: Repatriasi Dihadang, Menkeu: Saya Tidak Takut Singapura)
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan dana yang ditarik ke dalam negeri atau repatriasi dari hasil kebijakan itu dalam jumlah besar. Lalu, memastikan dana tersebut mengalir ke sektor riil, dan bukan hanya mengendap di sektor keuangan. Sebab, likuiditas dalam jumlah besar di sektor riil akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi.
“Perkiraan kami (pertumbuhan ekonomi 2017) 5,4 persen berdasarkan belanja modal yang besar dan repatriasi ini bisa dimanfaatkan,” kata Perry saat Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (19/7). Meskipun asumsi repatriasi dana versi BI memang lebih kecil dibandingkan pemerintah.
(Baca: Menteri Darmin Optimistis Ekonomi Semester I Tumbuh 5 Persen)
Di sisi lain, Perry meyakini dampak Brexit tidak signifikan menurunkan perekonomian global. Jadi, pengaruhnya ke Indonesia juga tidak signifikan. Bahkan, Brexit akan berpengaruh negatif terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS) lantaran bank sentralnya hanya menaikan suku bunga satu kali dalam tahun ini.
Dengan begitu, rupiah juga akan menguat sehingga berdampak pada penurunan inflasi dari sisi barang impor. Selain itu bisa meningkatkan daya beli masyarakat. “Kurs (rupiah) menguat akan mendorong inflasi lebih rendah khususnya terkait barang impor,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menyatakan, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,6 persen tahun depan terutama didukung dengan keberhasilan pelaksanaan tax amnesty. Sebab, efektifitas penerapan kebijakan ini akan berpengaruh terhadap suku bunga dan mendorong investasi.
(Baca: Terdongkrak Tax Amnesty, BI Ramal Ekonomi 2017 Tumbuh 5,5 Persen)
Sementara itu, dia mengakui bahwa salah satu indikator pertumbuhan ekonomi yakni ekspor diperkirakan belum akan meningkat. “Batas bawahnya (pertumbuhan ekonomi) 5,2 persen, karena ekspor belum bisa naik signifikan,” kata Suahasil.