Capai Rp 3.089 Triliun, Rasio Utang Pemerintah Naik Jadi 27 Persen

Yura Syahrul
8 Januari 2016, 17:36
Rupiah
Arief Kamaludin|KATADATA
KATADATA | Arief Kamaludin

KATADATA - Per akhir Desember 2015, total utang (outstanding) pemerintah Indonesia mencapai Rp 3.089 triliun atau setara dengan US$ 223,2 miliar. Jumlah tersebut meningkat Rp 480,2 triliun atau 18,4 persen dibandingkan total utang pada 2014. Penyebabnya adalah tambahan utang baru untuk menambal defisit anggaran yang membesar pada tahun lalu.

Kementerian Keuangan mencatat, total realisasi belanja negara pada 2015 mencapai Rp 1.810 triliun. Belanja negara itu terbagia dalam tiga pos. Pertama, belanja kementerian dan lembaga negara (K/L) sebesar Rp 724,3 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 213,3 triliun atau 29,4 persen merupakan belanja modal. Realisasi belanja modal 2015 itu melonjak 54,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya seiring gencaranya pembangunan infrastruktur.

Kedua, belanja non K/L sebesar Rp 462,7 triliun yang digunakan untuk subsidi energi dan non-energi, seperti subsidi untuk pangan, pupuk, dan kredit program pertanian dan UMKM, serta uang muka perumahan. Ketiga, transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 623 triliun. Dana tersebut untuk operasional dan pembangunan infrastruktur di daerah.

Selain belanja negara, terdapat pengeluaran pembiayaan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 70,4 triliun. Mayoritas PMN untuk badan usaha milik negara (BUMN) tersebut dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Di sisi lain, penerimaan negara sepanjang 2015 mencapai Rp 1.491,5 triliun atau cuma 84,7 persen dari target yang sebesar Rp 1.761,6 triliun. Alhasil, defisit anggaran 2015 mencapai Rp 318,5 triliun atau 2,8 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Perkembangan Utang Pemerintah
Perkembangan Utang Pemerintah (Kementerian Keuangan)

Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah membiayainya melalui utang sebesar Rp 382, triliun. Tambahan utang tersebut meningkat 50,9 persen dibandingkan tambahan utang tahun 2014 yang sebesar Rp 253,2 triliun.

Jadi, total utang pemerintah hingga akhir 2015 sebesar Rp 3.089 triliun atau naik 18,4 persen dari posisi akhir 2014 yang sebesar Rp 2.608,8 triliun. Pertumbuhan total utang 2015 lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh 9,8 persen.

(Baca: Target APBN 2015 Meleset, Defisit Anggaran Membengkak 2,8 Persen)

Dengan begitu, rasio total utang terhadap PDB per akhir 2015 mencapai 27 persen. Ini lebih tinggi dibandingkan 2014 yang masih sebesar 24,7 persen. Rasio utang terhadap PDB tersebut merupakan yang tertinggi dalam enam tahun terakhir. “Rasio utang terhadap PDB 2015 ini jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara, yaitu sebesar 60 persen,” kata Pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Kementerian Keuangan dalam siaran persnya, Jumat (8/1).

Ia menambahkan, pemerintah menjaga risiko utang tetap terkendali. Hal ini tecermin dari sejumlah indikator risiko utang. Rata-rata jatuh tempo utang cukup panjang yaitu 9,7 tahun. Porsi utang dalam mata uang rupiah secara konsisten meningkat menjadi 56,2 persen dari total utang, sehingga menurunkan risiko terhadap perubahan kurs. Selain itu, porsi utang dengan tingkat bunga tetap sebesar 86,2 persen dari total utang, sehingga relatif aman terhadap perubahan tingkat bunga global.

(Baca: Bank Dunia Peringatkan Ekonomi Negara Berkembang Hadapi Risiko Besar)

Sebelumnya, Bank Dunia dalam laporan terbarunya bertajuk “Global Economic Prospects” edisi Januari 2016, yang dirilis Rabu (6/1), memperingatkan risiko gejolak perekonomian global akibat perlambatan ekonomi Cina, rendahnya harga minyak dunia, dan ketidakstabilan kondisi geopolitik. Selain itu, negara-negara berkembang berpotensi menghadapi kenaikan biaya pinjaman lantaran kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve. Penguatan dolar tersebut bisa memicu volatilitas di pasar keuangan.

“Secara khusus, negara dengan kebutuhan pinjaman besar dan tingginya tingkat utang berdenominasi dolar AS dapat terpengaruh kenaikan suku bunga AS,” kata Wakil Presiden dan Ekonom Utama Bank Dunia Kaushik Basu.

Namun, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, rasio utang 27 persen terhadap PDB ini masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Seperti Turki dan Afrika Selatan yang saat ini sudah di atas 50 persen. "Selama tidak ada gejolak, rasio di bawah 30 persen tergolong rendah. Asalkan utangnya digunakan efektif untuk mendorong ekonomi," katanya kepada Katadata. Dengan begitu, pemerintah masih punya ruang untuk menaikkan utang luar negeri.

Reporter: Yura Syahrul, Desy Setyowati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...