Kuartal II, Pertumbuhan Ekonomi Diperkirakan 4,7 Persen
KATADATA ? Indonesia tidak dapat mengelak dari perlambatan ekonomi global. Pada kuartal II-2015, kinerja perekonomian diperkirakan masih belum beranjak dari kuartal sebelumnya. Pertumbuhan diprediksi masih akan berkisar di angka 4,7 persen, seperti realisasi pada kuartal I.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, selama kuartal II konsumsi masyarakat masih belum menunjukkan peningkatan. Ini terlihat dari laju inflasi yang cenderung rendah, meski sudah masuk Ramadan dan menjelang lebaran.
Pada Juni, inflasi tercatat sebesar 0,54 persen, di bawah prediksi sebelumnya yang memperkirakan sekitar 0,6 persen. Bambang memperkirakan, inflasi pada Ramadan dan lebaran tahun ini menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir. Padahal, konsumsi masyarakat merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sekitar 56 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Sementara kegiatan ekspor yang berkontribusi sekitar 24 persen terhadap PDB pun tidak dapat diandalkan, karena harga komoditas di pasar dunia sedang melemah. Apalagi Cina, yang menjadi negara tujuan ekspor terbesar Indonesia juga tengah mengalami perlambatan ekonomi.
Kemudian belanja pemerintah juga belum maksimal, yang selama semester I-2015 baru terserap 33 persen. ?(Pertumbuhan ekonomi kuartal II) sama atau sedikit lebih baik dari kuartal I, karena belanja pemerintah belum banyak yang keluar di kuartal II-2015. Pada semester II, kami akan melihat lonjakan pertumbuhan ekonomi,? kata Bambang di Jakarta, Senin (13/7).
(Baca: BI: Ekonomi Kuartal II Cenderung Stagnan)
Hingga akhir tahun, dia masih optimistis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5 persen hingga 5,2 persen. Terutama, bila pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur, dan bisa mendorong investasi swasta dan konsumsi rumah tangga.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, pemerintah tidak dapat mengandalkan belanja modal untuk infrastruktur demi menggenjot pertumbuhan ekonomi. Dengan mengacu pada kinerja 2014, Faisal menyebutkan, belanja modal pemerintah hanya berperan 3,9 persen terhadap investasi. Padahal, investasi merupakan kontributor terbesar kedua terhadap PDB.
(Baca: Ekonomi Masih Menjanjikan, tapi Tergantung Realisasi Pemerintah)
Jadi, kata dia, ekspansi anggaran lewat peningkatan belanja pemerintah, termasuk untuk infrastruktur, bisa jadi kontraproduktif terhadap perekonomian secara keseluruhan, terutama dalam jangka pendek. Ketika ingin mendorong pembangunan infrastruktur, maka pemerintah perlu meningkatkan penerimaan, terutama dari pajak. ?Peningkatan pajak mengurangi ruang gerak masyarakat berbelanja dan dunia usaha berekspansi,? tutur Faisal.
Kritik terhadap kebijakan pajak sebelumnya juga disampaikan Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution dalam dialog yang bertajuk ?Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi?, Kamis pekan lalu. Menurut dia, pemerintah tidak mempersiapkan kebijakan di bidang perpajakan dengan matang yang justru menimbulkan gangguan bagi dunia usaha.
Menurut dia, ketidaksiapan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam mengeluarkan kebijakan tidak lepas dari target penerimaan pajak pada tahun ini yang ambisius. Dalam APBN-Perubahan 2015, target penerimaan pajak sebesar Rp 1.294,3 triliun, naik 32 persen dari realisasi tahun lalu Rp 981,9 triliun.
?Karena target yang dicapai memang terlalu besar. Yang kalau mau dicapai dalam waktu singkat itu pekerjaan luar biasa berat,? kata mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
Padahal, lanjut dia, target pajak yang terlalu tinggi tidak sejalan dengan tujuan kebijakan fiskal yang mestinya akomodatif di tengah perlambatan ekonomi.