Cegah Kriminalisasi, Pemerintah Siapkan Perlindungan Hukum Pejabat
KATADATA ? Pemerintah menyiapkan perlindungan hukum bagi pejabat pengambil keputusan dari jeratan kriminalisasi. Ini disebabkan banyak pejabat yang ragu dalam membuat keputusan karena khawatir melanggar administrasi, yang kemudian dianggap korupsi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, perlindungan ini terutama bagi para pejabat yang menangani pembangunan infrastruktur. Lambatnya pembangunan infrastruktur kemudian mengakibatkan pertumbuhan ekonomi rendah.
Penyelesaian pembangunan infrastruktur lambat karena ada proses birokrasi yang mesti dilewati. Dia mencontohkan, ada sekitar 2 ribu jenis izin investasi yang harus dilalui untuk menyelesaikan satu proyek.
?Ada hambatan birokrasi, karena banyaknya izin. Lalu, ada ketakutan nanti dipanggil oleh penegak hukum. Kami akan keluarkan aturan supaya kalau melanggar administrasi bisa diurus (dengan hukum) administrasi,? kata Sofyan di kantornya, Jakarta, Jumat (10/7).
Nantinya perlindungan ini akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) terkait antikriminalisasi pejabat yang mendukung program pembangunan. Kemudian, Instruksi Presiden (Inpres) tentang perlindungan hukum bagi pejabat di bidang infrastruktur. Perlindungan hukum ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan.
?Percepatan dari spending pemerintah akan berimplikasi positif bagi pertumbuhan ekonomi,? ujar Sofyan.
Kekhawatiran terjadi kriminalisasi terhadap pejabat pengambil keputusan pernah disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Dia mengacu pada kasus yang menimpa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang dijadikan tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung.
Sewaktu menjadi Direktur Utama PLN, Dahlan dinilai telah merugikan negara senilai Rp 562,66 miliar dalam pembangunan 21 gardu listrik induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kejaksaan Agung menilai pembangunan tersebut tidak melalui prosedur yang berlaku.
Bank Indonesia (BI) Seperti diberitakan, menilai kinerja perekonomian pada kuartal II-2015 cenderung stagnan. Selama periode itu, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih berada di level 4,7 persen, sama dengan realisasi pada kuartal sebelumnya.
Dalam perhitungan BI, tidak bergeraknya kinerja perekonomian pada kuartal II karena konsumsi masyarakat masih rendah. Padahal, pada periode ini sudah masuk bulan puasa. Ini terlihat dari rendahnya laju inflasi Juni yang hanya 0,54 persen. Padahal, konsumsi diharapkan menjadi sentimen utama pendorong pertumbuhan ekonomi, karena belanja pemerintah belum menunjukan peningkatan.
Salah satu persoalan yang dihadapi pemerintah saat ini adalah tingkat penyerapan anggaran yang rendah. Selama semester I, tingkat serapan anggaran baru 33 persen. Padahal belanja pemerintah menjadi faktor utama peningkatan konsumsi dan investasi swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat tahun ini.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga mengakui, penyerapan anggaran khususnya ke daerah masih minim. Padahal, instansinya sudah menggelontorkan anggaran sekitar Rp 240 triliun untuk dana desa. Bila dana ini digunakan oleh kepala daerah untuk pembangunan lebih cepat, dia optimistis bisa mendorong konsumsi masyarakat.
?Nggak boleh alasan itu (menunggu Pilkada). Uang itu hak rakyat. Rakyat yang berhak menikmati uang itu makanya harus segera dicairkan dalam bentuk belanja,? tutur Bambang di kantornya, Jumat (10/7).