Kejatuhan Bursa Saham Cina Bisa Mengancam Ekonomi Indonesia
KATADATA ? Bank Indonesia (BI) menilai kejatuhan bursa saham di Cina dalam beberapa hari terakhir perlu diwaspadai. Alasannya, penurunan bursa saham ini akan berdampak pada industri dan perekonomian di negara Tirai Bambu tersebut. Otomatis, kondisi itu akan membawa pengaruh negatif terhadap perekonomian Indonesia karena Cina merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, penurunan indeks bursa saham di Cina hingga 30 persen saat ini memang masih terbilang wajar. Karena, indeks bursa saham itu sudah naik tinggi sebelum kemudian anjlok tajam. ?Pertumbuhan pasar modalnya sangat menganggumkan. Bisa dikatakan tumbuhnya sudah begitu tinggi. Jadi, walaupun tergerus 30 persen, dibandingkan pertumbuhan setahun terakhir masih tetap tinggi,? kata dia di Jakarta, Rabu malam (8/7).
Pada 12 Juni lalu, indeks Shanghai di bursa Cina mencapai titik tertinggi dalam setahun terakhir di level 5.178. Namun, sejak saat itu, indeks Shanghai terus melorot seiring bergugurannya harga mayoritas saham di sana. Dalam tiga pekan terakhir ini, indeks Shanghai anjlok 30 persen. Kemarin (8/7), indeks Shanghai turun 5,9 persen dan lebih dari 500 emiten di bursa tersebut menghentikan transaksi sementara (suspend) transaksi perdagangan agar harga sahamnya tak terus melorot.
Meski kondisi tersebut dinilai masih wajar, BI tetap akan memperhatikan dan mewaspadai pengaruh kondisi tersebut terhadap perekonomian Cina. Apalagi, setiap penurunan ekonomi Cina sebesar 1 persen akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,4 persen hingga 0,6 persen. Sebab, Cina merupakan negara pengimpor komoditas terbesar di dunia. Sementara Indonesia hingga saat ini masih mengandalkan ekspor komoditas.
Selain mewaspadai dampak langsung kejatuhan bursa saham Cina ke Indonesia, BI juga memperhatikan pengaruhnya terhadap perekonomian regional lantaran Indonesia akan segera menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). ?Cina sangat menjadi pusat bagi perekonomian regional dan dunia. Kalau koreksi cukup tajam dan terlihat beberapa indikator itu bisa ada dampak (ke regional). Ada risiko interconected di antara negara-negara,? kata Agus.
Sementara itu, analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto menilai, kejatuhan bursa saham Cina turut berdampak ke bursa saham domestik. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,7 persen. Hari Kamis ini, indeks saham masih rawan terkoreksi dan sudah turun 1,14 persen menjadi 4.815. ?Faktor Cina mendominasi sentimen perdagangan saham. Menambah faktor risiko pasar, setelah persoalan utang Yunani,? kata David.