Kemenangan Trump Bisa Berdampak Negatif pada Pasar Saham dan Ekonomi Global
Pelaku pasar masih terus mencermati Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada Selasa (5/11) waktu setempat. Sebab, potensi kemenangan Doland Trump bisa berdampak negatif terhadap pasar saham dan ekonomi global.
Responden dalam survei nasional yang dilakukan oleh Emerson College Polling menunjukkan bahwa dukungan bagi Donald Trump dan Kamala Harris menunjukkan hasil sama, yaitu masing-masing memperoleh 49% suara.
"Menjelang Pilpres AS, pasar hati- hati karena jajak pendapat bahwa suara Trump dan Haris berimbang," ujar Ekonom dan praktisi pasar modal Hans Kwee, Senin (4/11).
Menurut Hans, jika Trump memenangkan Pilpres AS, maka dapat berdampak positif terhadap ekonomi dan pasar saham AS. Namun kemenangan tersebut bisa menjadi bencana bagi global khususnya emerging market, termasuk Indonesia.
"Kemenangan Trump akan positif bagi ekonomi dan pasar saham AS, tetapi bencana bagi dunia dan emerging market, termasuk Indonesia. Tetapi sifat kejatuhan pasar jangka pendek," ujar Hans.
Senada, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus alias Nico juga melihat pelaku pasar masih mencermati Pilpres AS. Sebab, hasil Pilpres AS akan berdampak terhadap ekonomi di tingkat global, termasuk Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan data-data sebelumnya, Pilpres AS akan selalu menaikkan volatilitas pasar saham di AS dan global. Bursa Dow Jones tercatat mengalami kenaikan kurun 1 tahun rata-rata sebesar 9,3% dari 1964-2020.
"Hal ini tentu memberikan sentiment positif bagi pelaku pasar dan investor global, karena juga akan mendorong katalis positif bagi pasar global apalagi kalau yang menang merupakan calon favorit dari pasar," ujar Nico.
Namun volatilitas pasar saham akan lebih tinggi jika Trump memenangkan kontestasi demokrasi tersebut, dibandingkan Kamala Harris. Karena Trump mengedepankan prinsip Make America Great Again, di mana semua kebijakan mengutamakan kepentingan AS.
"Tidak salah memang, tapi memiliki dampak negatif bagi perekonomian global. Karena Trump tentu saja akan menjalankan kebijakan proteksionisme," ujanya.
Sebaliknya, Harris jauh lebih tenang dan memiliki agenda sendiri seperti Presiden AS Joe Biden sebelumnya. Oleh sebab itu, secara volatilitas, akan jauh lebih tinggi apabila Trump yang menang dibandingkan dengan dengan Harris.
Sentimen dari Dalam Negeri
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi atau atau besaran PDB Indonesia periode kuartal III-2024 pada Selasa (05/11).
Hans memproyeksi pertumbuhan ekonomi atau besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan berada di kisaran 5% year on year (yoy) pada kuartal III 2024. Dia juga memprediksi pertumbuhan ekonomi berada di level 1,60% secara quartal on quartal (qoq) pada kuartal III 2024.
Menurut Hans, pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2024 tidak akan terlalu berdampak negatif bagi pasar saham Indonesia, karena koreksi pasar saham saat ini lebih disebabkan oleh Pilpres AS. "Tidak terlalu negatif bagi pasar Indonesia. Tetapi, pasar saham koreksi karena mendekati Pemilu AS," ujar Hans.
Nico justru melihat data pertumbuhan ekonomi nasional akan menjadi bantalan di tengah volatilitas pasar saham Indonesia saat ini. "Karena, kalau kita perhatikan saat ini tidak ada data ekonomi dalam negeri yang bisa diandalkan untuk menahan tekanan yang ada saat ini," ujar Nico.
Apabila data pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di estimasi konsensus, maka hal akan mendorong katalis positif bagi perekonomian nasional. "Jika data ekonomi keluar di atas estimasi, hal ini akan mendorong katalis positif bagi perekonomian Indonesia, dan akan mendorong capital inflow (dana asing) untuk bisa masuk," ujar Nico.
Selain Pilpres AS, penyelenggaraan The Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada 6 dan 7 November 2024 juga akan memengaruhi pergerakan bursa global. Sebab, pelaku pasar mewaspadai arah suku bunga The Fed.