Akhiri BBM Murah, Kembalikan Kebijakan Subsidi Tetap

Safrezi Fitra
13 November 2014, 13:00
BBM Subsidi
Arief Kamaludin|KATADATA
Pemerintah sebaiknya kembali menerapkan kebijakan subsidi tetap harga BBM seiring fluktuasi harga minyak dunia, seperti pernah diterapkan oleh pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.

Mengacu pada 10 faktor tersebut, Katadata berpendapat, meski harga minyak mentah dunia kini tengah turun hingga ke level US$ 80 per barel, harga BBM bersubsidi tetap perlu dinaikkan. Selain itu, nilai tukar rupiah cenderung melemah ke level 12 ribu per dolar, yang membuat beban subsidi BBM tetap tinggi. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pun dalam setahun terakhir sesungguhnya masih di kisaran US$ 104 per barel.

Sebagai bagian dari upaya mengakhiri era BBM murah secara bertahap ini, pemerintah juga perlu kembali menerapkan kebijakan subsidi tetap. Dengan mekanisme ini, subsidi per liter BBM diberikan sesuai plafon dengan kisaran tertentu yang mengacu pada harga pasar. Dengan demikian, harga BBM bisa berubah setiap bulan, sesuai dengan perkembangan harga di pasar, seperti halnya Pertamax. Kebijakan ini pernah dilakukan di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri

Setidaknya, ada tiga alasan yang mendasari kebijakan subsidi tetap tersebut. Pertama, besaran subsidi BBM akan terkendali dan tidak mengganggu APBN. Kedua, meminimalkan potensi politisasi kebijakan BBM, seperti selama ini terjadi. Ketiga, memiliki landasan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2003, yang menyatakan bahwa harga BBM di dalam negeri ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan golongan masyarakat tertentu.

Ekonom DBS Gundy Cahyadi sepakat dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Selain mengurangi tekanan terhadap defisit fiskal dan neraca pembayaran, pengurangan subsidi akan menekan penyelundupan BBM dan pemerintah bisa mengalihkan dana subsidi untuk program yang berdampak lebih luas bagi publik, seperti pembangunan infrastruktur.

Menurut Gundy, dengan kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter, defisit neraca pembayaran akan turun dari 3 persen ke kisaran 2,7 persen PDB pada 2015. Sedangkan jika dinaikkan Rp 3.000 per liter, defisit neraca pembayaran akan menurun ke level 2,5 persen PDB. Kedua opsi ini akan membuat profil risiko ekonomi Indonesia membaik.

?Kenaikan harga BBM juga ditunggu oleh investor,? kata Gundy. Langkah tersebut, kata dia, memberikan sinyal kuat bahwa pemerintaan Jokowi menjalankan program reformasi ekonomi. Mereka berharap harga BBM dinaikkan sebesar Rp 3.000 per liter sejak beberapa bulan lalu.

Soal waktu kenaikan harga BBM, menurut Gundy, lebih cepat lebih baik. Sebab, persoalan defisit neraca pembayaran yang terus menghantui pasar, bisa segera teratasi dan akan berdampak positif bagi rupiah. Faktor ini pun berpengaruh besar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi ke depan.

Menanggapi rencana kenaikan harga BBM di tengah penurunan harga minyak mentah internasional, Gundy tetap berpendapat bahwa langkah ini tetap perlu dilakukan. Sebab, selisih antara harga BBM bersubsidi dan non-subsidi masih terlalu besar, yaitu rata-rata 40 persen. ?Apalagi, gejolak harga minyak dan nilai tukar rupiah juga belum menentu.?

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...