Hindari Pajak Indonesia, Lari ke Negara Tax Haven
KATADATA ? Sebanyak 13 perusahaan Indonesia di bidang kelapa sawit, kayu, dan kertas, disinyalir telah melarikan keuntungan hingga miliaran dolar ke negara persemakmuran Inggris, British Virgin Island (BVI). Pelarian keuntungan ini dimaksudkan untuk menghindari kewajiban pajak.
Hal ini diungkap media asal Inggris, The Observer, Sabtu (10/5). Artikel berjudul Asian logging companies 'use British islands for tax dodging' tersebut, membocorkan hasil penelitian pegiat anti-korupsi selama dua tahun, yang tidak dipublikasikan. Hasil penyelidikan tersebut menyebut bahwa 13 perusahaan menggunakan lemahnya undang-undang dan struktur hukum, serta hitungan keuangan yang kompleks untuk menghindari kewajiban membayar pajaknya.
Upaya penyelidikan ini didasarkan pada kasus pengadilan di Jakarta, di mana salah satu perusahaan sawit terbesar di dunia, yang dimiliki oleh Sukanto Tanoto didenda US$ 205 juta, setelah terbukti menghindari pajak dengan menggunakan shell company di British Virgin Island dan di tempat lain. Shell Company (perusahaan cangkang) adalah sebutan bagi sebuah perusahaan aktif akan tetapi tampak seperti tidak terlihat mempunyai kegiatan usaha ataupun aset.
Dokumen yang muncul dari kasus tersebut menunjukan Asian Agri secara sistematis membuat faktur kontrak lindung nilai (hedging) palsu untuk menghindari pajak senilai lebih dari US$ 100 juta. Dari bukti yang terkandung di lebih dari 8.000 lembar, perusahaan ini terlibat dalam praktik penipuan akuntansi dan pembukuan yang rutin dan sistematis, menurut yurisdiksi Inggris.
BVI menjadi negara tujuan favorit bagi perusahaan-perusahaan di Asia, karena negara ini merupakan surga pajak. Setiap perusahaan terbebas dari pajak penghasilan dan sangat mudah membuat perusahaan cangkang di negara ini.
Salinan dokumen yang bocor dan diperoleh oleh International Consortium of Investigative Journalists, menunjukkan tahun lalu bahwa sembilan dari 11 keluarga terkaya di Indonesia melarikan pajaknya ke Surga Pajak Dunia, di BVI.
?Konglomerat hutan dan minyak sawit besar telah mendirikan perusahaan cangkang di BVI, Cayman Islands, dan Bermuda. Tapi kurangnya transparansi (termasuk akses publik terhadap nama-nama pemilik sebenarnya) membuat sulit bagi pemerintah untuk memantau legalitas kegiatan mereka,? ujar Stephanie Fried, organisasi Amerika Serikat yang melacak arus keuangan internasional, Ulu Foundation.
?Jelas, penyelidikan internasional penuh dibutuhkan tidak hanya oleh pihak berwenang Indonesia, tetapi juga oleh orang-orang di BVI, Inggris dan yurisdiksi lain.?