Penetapan Pajak Asian Agri Dinilai Tidak Rasional

Image title
Oleh
20 Februari 2014, 00:00
2883.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
www.pajak.go.id

Selain itu, ia juga mengatakan untuk untuk menganalisis keuntungan antarperusahaan biasa digunakan Earning Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization (EBITDA). Sebab, menurutnya, jika memang terjadi rekayasa hasil penjualan atau mark up biaya, akan terlihat dalam EBITDA. Pergerakan kenaikan EBITDA Asian Agri, lanjutnya masih proporsional dengan harga CPO. ?EBITDA Asian Agri terbesar ketiga dari enam perusahaan sawit terbesar di Indonesia,? ujarnya.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menilai Faisal salah dalam melakukan perhitungan, lantaran pengajar Universitas Indonesia itu menghitung besaran pajak hanya berdasarkan akuntansi normal Asian Agri. ?Dia tidak mengakui adanya rekayasa dalam perolehan laba. Biaya mana yang diperbesar dan biaya mana yang diperkecil,? kata dia kepada Katadata, Kamis (20/2).

Ia menjelaskan, dalam penghitungan pajak tersebut, Fasial hanya melihat akutansi normal yaitu pendapatan dikurangi biaya laba dan hasilnya laba normal. Padahal ada biaya yang diperbesar seperti transaksi hedging dan fee manajemen.

Adanya rekayasa biaya fiktif ini, kata Prastowo, juga terlihat dari keputusan Mahkamah Agung. ?Dia (Faisal) tidak mengakui. Dia masih mengunakan data ketika belum ada putusan MA, harusnya putusan MA itu hukum tetap,? kata dia.

Terkait dengan rencana perseroan yang ingin melakukan banding. Prastoyo menyarankan agar Asian Agri tidak memaksakan versi mereka dalam penghitungan pajak. ?Kalau memang jangan memaksakan versinya, pajak juga punya kewenangan,? ujarnya.

Halaman:
Reporter: Nina Rahayu
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...