Penyerapan Anggaran Lambat, Kontraksi Ekonomi RI Terancam Lebih Dalam
Institute for Development of Economics and Finance atau Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III juga akan terkontraksi, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal II. Hal ini lantaran minimnya penyerapan anggaran penanganan pandemi corona atau Covid-19 yang membuat konsumsi terus merosot.
Ekonom Senior Indef, Enny Sri Hartati mengatakan bahwa penanganan pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir, upaya pemulihan ekonomi tidak hanya mengandalkan seberapa banyak stimulus pemerintah. Namun juga seberapa besar tingkat keterserapan dan ketepatannya.
"Potensi pertumbuhan yang negatif kemungkinan besar tidak hanya terjadi di kuartal II kalau ini tidak segera dibenahi. Besar kemungkinan kuartal III tidak hanya (tumbuh) negatif tapi kontraksinya jauh lebih besar," kata Enny dalam acara peluncuran buku 'Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi, Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional' di Jakarta, Senin (13/7).
Menurut dia, tingkat keterserapan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun baru sekitar 10%. Kondisi semakin buruk dengan adanya potensi tidak tepat sasarannya bantuan yang digelontorkan pemerintah.
(Baca: Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Semester I Minus 1,1%)
Enny menyoroti soal alokasi bantuan melalui Kartu Prakerja yang bertujuan untuk peningkatan keahilan Sumber Daya Manusia (SDM) saat ini tidak cocok diberikan. Bantuan tersebut sebaiknya diberikan dalam bentuk tunai kepada warga miskin dan rentan miskin agar dapat menjaga daya beli masyarakat.
"Pertumbuhan ekonomi kita lebih dari 56%, suka tidak suka, dari konsumsi rumah tangga. Sehingga harus betul-betul diperhatikan dari seluruh luncuran program-program yang paling utama dilihat seberapa efektif mampu untuk kembali menopang dan menggerakkan ekonomi," kata dia.
Hal yang sama sebelumnya juga diungkapkan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang memproyeksikan ekonomi domestik pada kuartal kedua tahun ini terkontraksi 4% hingga 6%. Kadin juga menilai ekonomi nasional terancam resesi akibat lambannya stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah untuk meredam dampak covid-19.
(Baca: Jokowi Sebut Dampak Ekonomi Krisis Corona Lebih Besar Daripada 1998)
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, implementasi kebijakan dan stimulus yang cepat, tepat sasaran dan besar tetapi terukur sangat penting dalam memperbaiki kondisi sulit saat ini.
“Namun, penyerapan anggaran kesehatan baru 1,54%, perlindungan sosial 28,63%, insentif usaha 6,8%, UMKM 0,06%, korporasi 0% dan sektoral pada 3,65%. Ini membuat pemulihan kesehatan, jejaring pengamanan sosial dan perekonomian menjadi lebih berat,” kata Rosan melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Kamis (2/7).
Surplus perdagangan yang terjadi pada bulan April - Mei 2020 pun menurutnya bukan berarti kondisi ekonomi membaik. Pasalnya, surplus terjadi lantaran merosotnya impor yang sebenarnya mendorong ekonomi. Karena sebagian besar impor RI merupakan bahan baku untuk produksi dalam negeri yang diperuntukkan bagi konsumsi domestik maupun ekspor.
(Baca: Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara di Asia Melambat)
Pada periode tersebut, impor tercatat turun 18.6% secara tahunan pada April dan anjlok 42.2% secara tahunan pada Mei. Sedangkan ekspor turun 7% secara tahunan pada April dan 28,95% secara tahunan pada Mei.
Kondisi kian diperburuk dengan perkiraan investasi yang masuk pada kuartal II turun 9,2% dibandingkan kuartal I. Momentum kenaikan realisasi investasi dalam negeri pun tak mampu memperbaiki kondisi lantaran pertumbuhan kredit yang hanya sekitar 2,68% pada Mei.
"Ketidakpastian dari Covid-19 bukan hanya mempengaruhi arus perdagangan dan investasi, namun juga terhadap penurunan daya beli ataupun konsumsi dalam negeri," katanya.
(Baca: Kerja Penyerapan Anggaran Kementerian Saat Krisis yang Disorot Jokowi)