Simalakama Menumpuk Utang untuk Anggaran Negara saat Pandemi
Pemerintah tengah mendesain ulang anggaran negara agar tak perlu menarik utang saat kas negara masih menumpuk. Hingga kini, pemerintah masih gencar menarik utang meski realisasi belanja negara masih rendah.
Penarikan utang juga dilakukan pemerintah sebesar Rp 22 triliun pada hari ini, Selasa (8/9), melalui lelang surat utang negara. Dengan demikian, total utang pemerintah yang ditarik melalui penerbitan surat berharga negara sepanjang tahun ini mencapai Rp 948 triliun.
Berdasarkan data pengelolaan surat berharga yang dirilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, total penerbitan SBN hingga 25 Agustus 2020 mencapai 896,42 triliun. Penerbitan SBN dilakukan dalam bentuk surat utang negara baik domestik maupun global sebesar Rp 658,11 triliun, serta surat berharga syariah baik domestik maupun global Rp 248,32 triliun.
Pemerintah lantas pada 27 September menerbitkan SUN sebesar Rp 16,98 triliun dan SBSN Rp 3 triliun melalui private placement dengan pembeli Bank Indonesia. Setelah itu, pemerintah pada 1 September menggelar lelang SBSN dengan total penawaran yang dimenangkan hanya sebesar Rp 9 triliun.
Penerbitan SBN menjadi jurus utama pemerintah untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp 1.039 triliun atau setara 6,34% terhadap produk domestik bruto. Total pembiyaan yang dibutuhkan untuk menutup defisit tersebut mencapai Rp 1.220 triliun.
Gencarnya pemerintah menerbitkan utang tak lepas dari kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang mencapai Rp 695 triliun. Apalagi, pemerintah sebenarnya ingin mendorong belanja negara untuk mengungkit perekonomian meski penerimaan negara tengah seret.
"Kita tidak bisa mengharapkan lagi yang namanya investasi, itu pasti minus pertumbuhannya," kata Jokowi saat memberi pengarahan kepada para gubernur se-Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7) sebagaimana dikutip dari laman Setkab.go.id.
Meski demikian, realisasi belanja negara tak sesuai harapan. Hingga Juli 2020, belanja negara baru terserap Rp 1.252,42 triliun atau 45,72% dari target dalam Prepres 72 Tahun 2020 tentang perubahan APBN 2020. Realisasi tersebut bahkan lebih rendah dari capaian penerimaan yang mencapai 54,25% target. Alhasil, defisit aggaran baru mencapai Rp 330,17 triliun atau 2% dari PDB.
Realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional bahkan lebih rendah lagi. Kementerian Keuangan mencatat realisasinya per 26 Agustus 2020 baru mencapai Rp 192,53 triliun atau 27,7 persen dari pagu anggaran senilai Rp695,2 triliun.
Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia mengkritik penyerapan belanja pemerintah yang kembali berulang tahun ini, yakni cenderung tinggi hanya pada kuartal III dan IV. Hal itu memberikan kesan pemerintah hanya berusaha memperhatikan optimalisasi penyerapan. Sementara efektivitas anggaran tak diperhatikan. "Padahal ini penting, apalagi di kondisi extra ordinary seperti saat ini," ujar Indah.
Anggaran Kelebihan Pembiayaan
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menjelaskan belanja negara yang lambat membuat anggaran pemerintah saat ini over financing alias kelebihan pembiayaan. Pasalnya, pemerintah di sisi lain gencar menerbitkan utang untuk mengantisipasi kebutuhan belanja terutama di saat penerimaan negara tengah sulit seperti saat ini.
"Anggaran saat ini over financing, pastinya ada bunga yang harus dibayar," ujar David kepada Katadata.co.id, Selasa (8/9).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, bunga utang yang harus dibayar pemerintah hingga Juli 2020 mencapai Rp 182,8 triliun, naik 15,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hingga akhir tahun, pemerintah memproyeksi bunga utang yang harus dibayar mencapai Rp 338,8 triliun.
Adapun total utang pemerintah hingga Juli 2020 mencapai Rp 5.434,86 triliun, naik 18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
David menjelaskan kebijakan pemerintah menarik utang lebih besar di awal tahun untuk mengantisipasi belanja memang sudah dilakukan sejak lama. Hal ini terutama untuk mengantisipasi ketidakpastian di pasar keuangan. Namun, penyerapan belanja negara yang lambat juga bukan persoalan baru.
Pemerintah perlu lebih baik dalam mengelola belanja negara. Salah satunya dengan memanfaatkan sistem teknologi dalam penganggaran. Adapun untuk saat ini, ia memperkirakan pemerintah akan kembali memaksimalkan belanja negara di akhir tahun. Hal ini seperti yang dilakukan pemerintah hampir setiap tahun.
Adapun terkait langkah pemerintah untuk mendesain ulang anggaran, menurut David, dapat saja dijadikan opsi. Hanya saja, perlu dihitung untung dan ruginya secara matang. "Harus diperhitungkan secara mendalam," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan akan mendesain ulang program pengelolaan anggaran agar kas negara dapat digunakan seefektif mungkin. Desain ini rencanaya akan diimplementasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021.
"Ini supaya jangan kita masih punya cash banyak tapi kita tetap issue utang," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (7/9).
Adapun salah satu desain tersebut yakni menggabungkan program pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko. Sebelumnya, ketiga program tersebut dikelola secara terpisah.
Dengan adanya penggabungan program tersebut, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan pembiayaan bisa akuntabel dan produktif dengan risiko yang terkendali. Program itu nantinya akan memakan anggaran Rp 233,74 miliar dan diharapkan dapat memberikan hasil pada pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran belanja pemerintah yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Selain itu, pengelolaan kekayaan negara diharapkan lebih efisien dan efektif serta memberi manfaat finansial, dan pengelolaan pembiayaan yang optimal dan risiko keuangan negara yang terkendali. Adapun hasil akhr dari program ini berupa kecukupan kas negara, utilisasi kekayaan negara, dan fasilitas investasi.
Sri Mulyani menyebut pemerintah akan mendorong perbaikan pada pengelolaan anggaran sehingga penarikan utang dan kebutuhan belanja negara semakin dekat. "Itu adalah prasyarat bahwa pasar keuangan atau pasar SBN harus semakin dalam, jadi kita bisa lebih relay on market tanpa menumpuk duit banyak pada saat mengantisipasi belanja negara," ujarnya.
Di sisi lain, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan bahwa akan ada insentif kepada kementerian/lembaga yang dapat mendesain belanja lebih baik dan tepat sasaran. Program tersebut akan ada dalam pengeloalaan belanja negara. Dengan adanya desain baru tersebut, hanya ada lima program dalam penyelenggaraan anggaran Kemenkeu dari sebelumnya 12 program.
Program itu, yakni kebijakan fiskal, pengelolaan penerimaan negara, pengelolaan belanja negara, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara dan risiko, serta dukungan manajemen.