Daya Beli Masih Lesu Meski Tren Deflasi Berakhir

Agustiyanti
2 November 2020, 17:43
inflasi, deflasi, pandemi covid-19, inflasi oktober, daya beli lesu, bpsa
123RF.com/Sembodo Tioss Halala
Ilustrasi. BPS menyebut tren inflasi inti yang masih menurun menunjukkan daya beli masyarakat belum pulih.

"Beras tampaknya aman hingga akhir tahun. Untuk sayuran, kalau tidak hati-hati bisa berfluktuasi, seperti bawang merah dan cabai saat ini," katanya.

Inflasi pada bahan makanan  membuat komponen harga yang bergejolak mengalami  inflasi sebesar 0,4%. Inflasi tahun kalender mencapai 0,12%, sedangkan inflasi tahunan sebesar 1,32%. 

Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, bahkan 0,15% secara tahun kalender atau sepanjang Januari-Oktober. 

Berdasarkan kelompok pengeluarannya, inflasi tak hanya terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetapi juga pada komponen penyediaan makanan dan minuman atau restoran dan kesehatan.  Sementara deflasi terjadi, antara lain, pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar karena  penurunan tarif listrik, transportasi karena penurunan tarif pesawat, dan  kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya karena penurunan harga emas perhiasan. 

Daya Beli Belum Pulih Tapi Membaik

Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai inflasi yang terjadi pada Oktober menunjukkan daya beli membaik memasuki kuartal keempat meski belum sepenuhnya pulih. Perbaikan daya beli ditopang oleh pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar dan realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional yang lebih cepat. 

"Ada indikasi sudah ada perbaikan pada daya beli. Realisasi dana PEN sudah mencapai lebih dari 60% pada Oktober dan akan semakin digenjot pemerintah menjelang akhir tahun," ujar David kepada Katadata.co.id, Senin (2/11).

Ia memperkirakan, penempatan dana pemerintah pada BUMN dan BPD melalui program PEN juga mampu menggairahkan aktivitas ekonomi. Perekonomian pada kuartal empat pun diperkirakan membaik meski masih akan terkontraksi. "Kuartal III kemungkinan minus 3%, kuartal empat masih negatif tetapi di kisaran 0%," katanya. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics  Indonesia Piter Abdullah juga menilai inflasi yang terjadi pada Oktober menunjukkan permintaan yang sudah mulai menunjukkan perbaikan. Namun, daya beli masih lemah terutama pada kelompok menengah atas. K"elompok menengah atas masih punya daya beli, tapi mereka menahan konsumsi karena pandemi," ujar Piter kepada Katadata.co.id. 

Dengan inflasi pada Oktober, Piter memperkirakan inflasi pada tahun ini akan berada di bawah 2%. Proyeksi yang sama sebelumnya juga disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. "Kami perkirakan sampai dengan akhir tahun 2020 lebih rendah dari 2%," kata Perry dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2020, Kamis (22/10).


Menurut Perry, terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai seiring proyeksi inflasi sepanjang 2020 yang akan menjadi inflasi terendah dalam setengah abad terakhir. Risiko tersebut, yakni meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan proses pemulihan ekonomi nasional. Kemudian, kesinambungan dan distribusi pangan antar daerah dan antar waktu. Selain itu, tertundanya ekspansi moneter yang dilakukan pada 2020 juga akan mempengaruhi tingkat inflasi pada tahun depan. 

Risiko dari inflasi yang rendah juga menjadi kekhawatiran Presiden Joko Widodo.  Inflasi yang terlalu rendah akan membuat sektor usaha lesu. Oleh karena itu, pemerintah memberikan sejumlah stimulus untuk memastikan pelaku usaha tetap berproduksi dan menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran agar tidak ada tekanan pada perekonomian saat mulai pulih. 

"Kali ini kita dituntut mampu tingkatkan infllasi agar tidak terlalu rendah," kata Jokowi pada rapat yang sama dengan Gubernur BI.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...