Tertekan Pandemi, 70 Daerah Minta Pinjaman Rp 56,75 Triliun ke Pusat
Pemerintah mencatat terdapat 70 daerah yang telah mengajukan pinjaman kepada pemerintah pusat senilai Rp 56,75 triliun. Dari total pengajuan tersebut, pemerintah hingga kini telah menyetujui pinjaman untuk 19 daerah senilai Rp 9,87 triliun yang akan dikucurkan pada tahun ini dan tahun depan.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan, penandatanganan pinjaman juga akan segera diberikan kepada Pemda Jawa Timur dan Maluku Utara pada pekan ini sebesar Rp 788,7 miliar.
"Total proyeksi komitmen sampai pekan keempat November 2020 akan ada sekitar Rp 10,66 triliun," kata Astera dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (26/11).
Dengan demikian, total pinjaman daerah yang disepakati hingga pekan keempat November akan terdiri dari 10 provinsi sebesar Rp 9,35 triliun, satu kota Rp 60 miliar, dan 10 kabupaten Rp 1,24 triliun. Adapun pinjaman yang telah dicairkan hingga 27 november 2020 akan mencapai Rp 1,86 triliun.
Secara perinci, pencairan pinjaman PEN daerah diberikan kepada empat provinsi Rp 1,7 triliun dan empat kabupaten Rp 166,3 miliar.
Sementara itu, total 70 daerah yang telah mengajukan pinjaman ke pemerintah daerah, terdiri dari 15 provinsi Rp 39,62 triliun, 11 kota Rp 3,54 triliun, dan 44 kabupaten Rp 13,59 triliun.
Astera menjelaskan pemerintah mengalokasikan anggaran pinjaman PEN daerah sebesar Rp 20 triliun yang diharapkan dapat dimaksimalkan pada tahun ini. Penyaluran pinjaman PEN daerah dilakukan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur. "Ini berdasarkan perjanjian pengelolaan antara Kemenkeu dengan SMI," ujar dia.
Direktur Utama PT SMI Edwin Syahruzad menjelaskan, tak semua daerah bisa mengajukan pinjaman PEN. "Terdapat beberapa syarat untuk bisa mengajukan pinjaman ini," kata Edwin dalam kesempatan yang sama.
Pertama, merupakan daerah yang memang terdampak pandemi. Kedua, memiliki program pemulihan daerah. Ketiga, jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Keempat, memenuhi rasio keuangan daerah untuk dapat mengembalikan pinjaman PEN.
Anggota Komisi XI DPR Indah Kurniawati berharap pinjaman PEN daerah bisa diberikan dengan bijak mengingat anggaran PEN sebesar Rp 695,2 triliun didapatkan dengan tidak mudah. "Pengorbanannya sangat besar melalui burden sharing dengan Bank Indonesia hingga konsekuensi pelebaran defisit. Semua ditempuh," ujar Indah.
Senada, Anggota Komisi XI DPR Misbakhun berpendapat pinjaman daerah yang bersifat sementara harus dimanfaatkan dengan hati-hati. "Karena sangat sulit mendapatkan uang Rp 695,2 triliun ini," kata Misbakhun.
Menurut dia, tak hanya APBN yang mengalami tekanan akibat tambahan anggaran program PEN. Operasi moneter bank sentral pun terkontraksi hingga 850% guna membantu pemerinta menutupi defisit anggaran. Dengan demikian, kualitas belanja pemerintah harus menjadi fokus utama.
Misbakhun pun mengingatkan pemda agar bisa lebih bertanggung jawab dalam memakai pinjaman PEN. Apalagi, skema tersebut belum pernah ada sebelumnya.
Ia juga meminta pemerintah pusat bisa mensosialisasikan program pinjaman PEN daerah dengan baik. Alasannya, masih banyak pemda yang salah paham dengan program itu. "Banyak daerah yang mengira pinjaman PEN akan mengurangi alokasi Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum," ujar dia.