Penerimaan Pajak Naik 3,4% pada Mei, Tanda Ekonomi Mulai Pulih
Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak hingga Mei 2021 mencapai Rp 459,6 triliun,naik 3,4% secara tahunan setelah terkontraksi sejak awal tahun ini. Kenaikan penerimaan ini menunjukkan ekonomi Indonesia yang sudah mulai pulih dari pandemi.
"Ini mengonfirmasi rebound yang berkelanjutan semenjak April 2021," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (21/6).
Ia menjelaskan bahwa pemulihan aktivitas ekonomi serta momen Idul Fitri mengakibatkan mayoritas jenis pajak tumbuh positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada pajak penghasilan (PPh) 26 yakni 15,93% pada periode Januari- Mei 2021.
Peningkatan tersebut, menurut dia, disebabkan oleh kenaikan pembayaran dividen kepada subjek pajak luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian wajib pajak (WP) masih mampu mencetak laba di tengah kondisi pandemi.
Pertumbuhan juga tercatat pada penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) impor sebesar 14,64% dan PPN dalam negeri (DN) sebesar 8,85%. Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan kedua jenis pajak tersebut seiring dengan membaiknya aktivitas produksi dan konsumsi masyarakat.
Selain itu, penerimaan PPh 21 juga tumbuh 4,34%. "Penerimaan jenis tersebut membaik seiring dengan serapan tenaga kerja yang mulai pulih bersamaan dengan adanya pembayaran tunjangan hari raya," ujar Sri Mulyani.
Kendati demikian, ia menyebutkan bahwa masih terdapat jenis pajak yang masih terkontraksi dalam, seperti PPh 22 impor yang anjlok 44,59%. Jenis penerimaan pajak ini anjlok karena ada pembebasan insentif fiskal yang diberikan di tengah pandemi.
PPh orang pribadi juga masih turun 2,87% dan PPh badan minus 4,33%. Begitu pula dengan PPh Final yang terkontraksi tipis 0,76%.
Berdasarkan sektornya, Bendahara Negara menuturkan, penerimaan neto mayoritas sektor utama terus membaik. "Namun tetap diperlukan kewaspadaan pada periode berikutnya karena kasus Covid-19 kembali meningkat" katanya.
Sektor informasi dan komunikasi menjadi yang tertinggi pertumbuhannya yakni 11,31%, disusul industri pengolahan 5,31%, dan perdagangan 5,02%. Kendati demikian, masih terdapat beberapa sektor yang terkontraksi dalam seperti konstruksi dan real estat 18,07%, pertambangan 9,78%, jasa perusahaan 4,95%, jasa keuangan dan asuransi 3,63%, serta transportasi dan pergudangan 1,36%.
Meski penerimaan beberapa sektor masih negatif, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kontraksi tersebut tercatat lebih kecil dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal itu sejalan dengan membaiknya purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia dan indeks keyakinan konsumen (IKK) Mei 2021 dibandingkan Mei 2020.
Sebelumnya, IHS Markit mencatat PMI Manufaktur Indonesia kembali mencatat rekor tertinggi di level 55,3 pada Mei 2021. Direktur Asosiasi Ekonomi IHS Markit Jingyi Pan menilai, sektor manufaktur Indonesia berkembang cepat pada bulan lalu.
Perusahaan menandakan peningkatan permintaan dan output yang kuat, sementara peningkatan pertama pada ketenagakerjaan dalam 15 bulan juga merupakan tanda yang menggembirakan. Namun, dia mengatakan bahwa kendala pasokan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sehingga mengakibatkan kenaikan harga yang dialami di seluruh sektor manufaktur.
"Sebagai akibat dari keterlambatan pengiriman, input menipis meskipun rekor transaksi pembelian meningkat," kata Jingyi dalam keterangan resminya, Rabu (2/6).
Secara keseluruhan, sambung Jingyi, perusahaan tetap optimis mengenai output pada masa mendatang, dengan harapan kondisi Covid-19 membaik. Dengan demikian, situasi pandemi yang terus terkendali akan sangat penting di Tanah Air, khususnya dengan wabah yang meluas di wilayah Asia dan pasca liburan Idul Fitri.