Jokowi Pangkas Belanja Negara 2022 Demi Tekan Defisit, Fokus 6 Sektor
Presiden Joko Widodo memangkas belanja negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2022 mencapai Rp 2.708,7 triliun, lebih rendah dari alokasi APBN 2021 Rp 2.750 triliun. Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menekan defisit anggaran tahun depan menjadi Rp 868 triliun atau 4,85% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Jokowi menjelaskan, kebijakan fiskal tahun 2022 diarahkan untuk memberikan fondasi yang kokoh untuk konsolidasi fiskal menuju ke defisit maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto pada tahun 2023.
"Kebijakan fiskal akan tetap ekspansif mendukung percepatan pemulihan sosial-ekonomi," ujar Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR, Senin (16/8).
Jokowi menekankan, kebijakan fiskal pada tahun depan akan memiliki enam fokus utama, yakni:
- Melanjutkan upaya pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan.
- Menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan.
- Memperkuat agenda peningkatan SDM yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing.
- Melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi.
- Penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah.
- Melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien, memperkuat sinergi pusat dan daerah, fokus terhadap program prioritas dan berbasis hasil, serta antisipatif terhadap kondisi ketidakpastian.
Ia menyebut anggaran kesehatan tahun depan direncanakan sebesar Rp 255,3 triliun, atau 9,4% dari belanja negara. Anggaran tersebut akan diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi, reformasi sistem kesehatan, percepatan penurunan stunting, serta kesinambungan program JKN.
Anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp 427,5 triliun, sedangkan belanja infrastruktur Rp 380 triliun.
Dalam Buku Nota Keuangan RAPBN 2022 yang diperoleh Katadata.co.id, belanja negara pada tahun depan akan terdiri dari belanja pemerintah pusat yang dipatok sebesar Rp 1.938,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang mencapai Rp 770,4 triliun. Anggaran belanja pemerintah pusat ini naik dari APBN 2021 yang dipatok Rp 1.927 triliun, sedangkan TKDD tak berubah.
Pendapatan negara pada tahun depan dipatok Rp 1.840,7 triliun. Penerimaan pajak akan mencapai Rp 1.506,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp 333,2 triliun, dan penerimaan hibah Rp 600 miliar.
Dengan demikian, keseimbangan primer pada tahun depan akan mengalami defisit Rp 462,2 triliun, sedangkan defisit anggaran Rp 868 triliun atau 4,85% PDB.
Pemerintah memperkirakan belanja negara pada tahun ini hanya akan mencapai Rp 2.697,7 triliun. Pemerintah pusat hanya akan merealisasikan belanja Rp 1.927 triliun, sedangkan realisasi TKDD hanya mencapai Rp 770,3 triliun.
Sementara pendapatan negara diperkirakan hanya akan mencapai Rp 1.735,7 triliun. Penerimaan pajak kemungkinan hanya mencapai Rp 1.375,8 triliun dari target Rp 1.444,5 triliun, sedangkan PNBP mencapai Rp 357,2 triliun dari target Rp 298,2 triliun.
Adapun penerimaan hibah diperkirakan mencapai Rp 2,7 triliun dari target Rp 900 miliar.
Pemerintah pun memperkirakan keseimbangan primer defisit Rp 595,3 triliun, lebih rendah dari target APBN. Sementara defisit anggaran tahun ini diperkirakan mencapai Rp 961,5 triliun atau 5,82% terhadap PDB. Angka defisit ini juga lebih rendah target APBN 2021
Perencanaan defisit ini diharapkan dapat membawa defisit fiskal di bawah 3% sesuai target pemerintah.