Diwarnai Penolakan dari PKS, Sidang Paripurna DPR Sahkan RUU HPP
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang dirumuskan oleh pemerintah dan komisi XI pada Sidang Paripurna, Kamis (7/10). RUU ini disetujui meski ada penolakan dari fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS).
"Saya menanyakan sekali lagi kepada anggota dewan yang terhormat, apakah RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang," ujar Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dalam Sidang Paripurna, Kamis (7/10).
Anggota sidang kemudian menjawab setuju untuk menyepakati RUU tersebut. Hanya ada satu keberatan dari fraksi PKS yang menyatakan menolak RUU ini, konsisten dengan penolakan yang diberikan pada rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah. "Kami terima sikap PKS, tetap sama dengan saat pembicaraan tingkat I," ujar Muhaimin.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP menjelaskan sebanyak delapan fraksi, yakni Partai Golkar, PDI-P, Demokrat, Gerindra, Nasdem, PAN, PKB dan PPP pada rapat kerja Komisi XI telah menerima hasil panja dan sepakat untuk membawa RUU HPP pada pembahasan tingkat II di Sidang Paripurna. Namun, satu fraksi yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU HPP dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat dua dalam Sidang Paripurna.
"Sesuai mekanisme pengambilan keputusan, sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2020, raker komis XI dengan pemerintah pemerintah memutuskan untuk menyetujui pembicaraan tingkat 1 terkait RUU HPP untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat 2," ujar Dolfie pada Kamis (7/10).
Dolfie menjelaskan, komisi XI memulai pembahasan RUU KUP pada masa persidangan kelima tahun sidang 2020-2021 yaitu pada 28 Juni 2021. Pembahasan dimulai dengan melaksanakan rapat kerja bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM dengan agenda pembentukan Panja RUU KUP.
"Selanjutnya panja melakukan pembahasan DIM, dengan total DIM berjumlah 497, yang terdiri dari 120 DIM tetap, 26 DIM perubahan redaksional, 351 DIM perubahan substansi dan 168 DIM usulan baru," kata dia.
Dolfie memastikan perumusan draf RUU KUP dilakukan dengan melibatkan akademisi, praktisi, pakar, serta berbagai asosiasi. Asosiasi yang dilibatkan, antara lain Kadin, HIPMI, Apindo, asosiasi ekspor-impor, asosiasi pendidikan, lembaga keagamaan, asosiasi kesehatan, Himbara, Perbanas, asosiasi BPR, YLKI, asosiasi buruh, serta asosiasi pedagang pasar.
Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly mengatakan, proses pembahasan RUU HPP yang baik ini akan menjadi komponen penting dalam reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan diselaraskan dengan dinamika perekonomian, terutama upaya pemerintah memulihkan ekonomi.
"Reformasi perpajakan diharapkan mendorong rasio pajak dan tingkat kepatuhan pajak masyaraka, serta menjadi instrumen untuk keadilan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan," ujar Yasonna dalam kesempatan yang sama.
Pemerintah menilai, saat ini merupakan momentum tepat untuk melakukan reformasi perpajakan demi mewujdkan Indonesia sebagai negara maju. "Ini harus ditopang oleh APBN yang sehat dengan basis perpajakan yang luas," kata dia
Adapun dalam pembahasan antara pemerintah dan DPR, menurut Yasonna, dilakukan perubahan judul dari usulan semula yakni RUU Ketentuan Umum Perpajakan menjadi RUU HPP. Beleid ini merupakan omnibus law yang mengubah sejumlah ketentuan perpajalan dalam UU KUP, UU PPN, dan UU Cukai. RUU HPP juga memasukkan klausul baru yakni program pengungkapan pajak sukareal dan pengenalan pajak karbon.