Sri Mulyani Pungut Bea Masuk Tambahan Kertas Rokok dan Ubin Keramik
Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi memberlakukan bea masuk tambahan untuk impor kertas rokok dan ubin keramik. Kebijakan pungutan tambahan ini ditempuh setelah ditemukan lonjakan impor dua komoditas yang berpotensi mengancam keberlanjutan industri dalam negeri.
Kebijakan bea masuk tambahan untuk impor kertas rokok diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 157/PMK.010/2021 dan berlaku mulai 30 November mendatang. Sedangkan bea masuk tambahan untuk impor ubin keramik diatur dalam PMK Nomor 156/PMK.010/2021 yang efektif berlaku sejak kemarin, 16 November 2021.
"Sesuai dengan laporan akhir hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) membuktikan adanya ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri disebabkan oleh lonjakan jumlah impor produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non-porous," demikian bunyi dalam PMK 157/PMK.010/2021 seperti dikutip Katadata.co.id, Rabu (17/11).
Tambahan bea masuk impor kertas rokok diberlakukan untuk dua jenis, yakni kertas sigaret atau tobacco wrapping paper dan kertas plug wrap non-porous. Pemerintah mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) selama dua tahun.
Besaran BMTP yang dikenakan pada tahun pertama sebesar Rp 4 juta per ton, sedangkan tahun kedua turun menjadi Rp 3.961.950 per ton.
Namun, pengenaan BMTP kertas rokok ini dikecualikan untuk impor yang berasal dari 124 negara. Austria, Cina, Vietnam dan Spanyol yang merupakan eksportir utama dikeluarkan dari daftar tersebut.
Sementara itu, BMTP ubin keramik diberlakukan untuk ubin dan paving, ubin perapian, dan ubin dinding dari keramik yang berlaku selama tiga tahun. Tahun pertama besaran BMTP 17%, kemudian turun menjadi 15% untuk tahun kedua dan 13% pada tahun ketiga.
Pengenaan BMTP ini dikecualikan untuk impor yang berasal dari 123 negara. Adapun 99% dari impor ubin keramik tersebut berasal dari Cina, India dan Vietnam. Ketiga negara tersebut tidak termasuk dalam daftar negara yang dikecualikan dari BMTP.
Investigasi Lonjakan Impor
Pengenaan bea masuk tambahan kepada dua komoditas tersebut menyusul keputusan Sri Mulyani sebelumnya yang memberlakukan BMTP untuk impor pakaian sejak akhir pekan lalu. Langkah ini dilakukan setelah KPPI menyelidiki adanya potensi kerugian industri dalam negeri akibat lonjakan impor kertas rokok maupun ubin keramik.
KPPI menerima permohonan penyelidikan dari Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) terkait lonjakan impor kertas rokok pada Oktober tahun lalu. Penyelidikan terhadap data impor sepanjang 2016-2019. Hasilnya menunjukkan tren peningkatan impor sebesar 17,67% sepanjang periode tersebut. Lonjakan terutama pada 2018 sebesar 38,7%.
"Berdasarkan hasil penyelidikan barang yang diproduksi oleh Pemohon merupakan barang sejenis dengan barang impor. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa barang yang diproduksi Pemohon memiliki kesamaan karakteristik, kegunaan dan bahan baku dengan barang impor," demikian tertulis dalam laporan akhir hasil penyelidikan KPPI yang diterbitkan Februari lalu.
Adapun negara eksportir utama kertas rokok berasal dari Austria sebesar 32,1% dari impor tahun 2019. Kemudian disusul Cina 31,6%, Vietnam 18%, Spanyol 12,8%, dan sisanya 5,6% dari negara lain.
Sementara bea masuk tambahan untuk impor ubin keramik sebenarnya sudah diberlakukan sejak 2018. Sri Mulyani saat itu mematok tarif BMTP lebih tinggi yakni 23% untuk tahun pertama, 21% untuk tahun kedua dan 19% untuk tahun ketiga atau pada 2020. Hanya saja pemberlakuan kepada Vietnam dan India baru dimulai tahun 2020 setelah ditemukan lonjakan signifikan pada tahun 2019.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) kemudian mengajukan permohonan perpanjangan BMTP untuk impor ubin keramik untuk tiga tahun mendatang. Permohonan diajukan pada April lalu.
Keputusan pemerintah menurunkan tarif BMTP tiga tahun ke depan sejalan dengan laporan kinerja impor komoditas ini yang mulai turun dalam dua tahun terakhir.
Pada tahun pertama pemberlakuan BMTP atau pada tahun 2018, impor ubin keramik melonjak 18,1% dari tahun sebelumnya. Saat itu, kebijakan bea masuk tambahan baru diberlakukan pada akhir September, sehingga masih terjadi lonjakan impor. Kemudian pada tahun 2019 turun 9,88%, dan berlanjut pada tahun 2020 dengan koreksi 0,24%. Meski demikian, impor secara keseluruhan dari 2016-2017 naik 5,17%.
Adapun negara eksportir utama ubin keramik RI paling banyak berasal dari Cina dengan andil 67% dari total 1,2 juta ton impor tahun 2020. Kemudian India 27%, dan Vietnam 5%, sisanya dari negara lain.