Wacana Hapus Kelas 1-3 Belum Final, Iuran BPJS Kesehatan Masih Tetap

Abdul Azis Said
6 Januari 2022, 08:47
bpjs, bpjs kesehatan, iuran bpjs
ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.
Petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Batam, Kepulauan Riau, Jumat (28/5/2021).

Rencana penghapusan kelas mandiri 1-3 layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan belum rampung meski sudah memasuki 2022. Dengan begitu, iuran yang berlaku masih mengikuti ketentuan lama.

"Terkait kelas standar, sementara masih dibahas antar-kementerian dan lembaga. Segera kami kabari jika sudah final," kata Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien kepada Katadata.co.id, Rabu (5/1).

Perubahan dari BPJS kelas mandiri 1-3 menjadi standar awalnya direncanakan mulai berlaku secara bertahap tahun ini atau paling lambat 1 Januari 2023. Namun pembahasan aturan ini belum rampung.

Oleh karena itu, ketentuannya masih mengikuti kebijakan sebelumnya. "Untuk saat ini, ketentuan iuran BPJS (Kesehatan) masih sama, menggunakan Perpres 64 tahun 2020," kata Muttaqien.

Berdasarkan Perpres 64 tahun 2020, kelas mandiri berlaku tiga kelas dengan iuran yang berbeda. Iuran kelas I Rp 35 ribu, II Rp 100 ribu, dan III Rp 150 ribu.

Dengan adanya wacana penghapusan kelas mandiri 1-3, maka BPJS Kesehatan hanya menyediakan kelas standar. Nantinya, layanan di rumah sakit hanya terbagi atas dua, yakni kelas rawat inap (KRI) standar untuk penerima bantuan iuran (PBI) dan kelas standar Non-PBI.

Kelas standar PBI yakni mereka yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Sedangkan kelas standar non-PBI merupakan peleburan dari kelas mandiri 1-3.

Perubahan itu nantinya berpengaruh terhadap ketentuan iuran JKN. Kelas mandiri yang tadinya dibedakan ke dalam tiga tingkatan tarif iuran, akan diseragamkan.

Muttaqien sebelumnya mengatakan, ketentuan iuran tersebut masih terus dikaji. "Internal pemerintah masih terus melakukan simulasi yang bertujuan keberlangsungan program dan tetap memperhatikan aspek kemampuan peserta dalam membayar," kata dia akhir bulan lalu.

Penentuan iuran akan dilakukan dengan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku. Di samping memperhatikan kemampuan membayar iuran peserta, penentuan tarif mempertimbangkan inflasi dan biaya kebutuhan jaminan kesehatan.

Meski demikian, Koordinator bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar sebelumnya memperingatkan bahwa pemerintah perlu memperhatikan nasib peserta mandiri kelas 3 jika berganti menjadi kelas standar.

Peleburan menjadi satu kelas kemungkinan menetapkan besaran iuran di rentang Rp 50 ribu – Rp 75 ribu. Ini berarti, nilainya lebih besar dari tarif kelas 3 saat ini, meski di bawah kelas 1 dan 2.

"Bagaimana memitigasi kelas mandiri kelas 3. Iuran Rp 35 ribu saja sudah banyak yang menunggak. Bagaimana kalau dinaikkan menjadi Rp 50 ribu?," kata Timboel kepada Katadata.co.id, bulan lalu (20/12/2021).

Ia pun mengusulkan agar peserta kelas 3 yang betul-betul kurang mampu bisa diikutsertakan ke dalam kelas standar PBI atau yang dibayar pemerintah. Iuran di kelas PBI kemungkinan tidak berubah yakni tetap Rp 35 ribu.

Dengan begitu, peserta mandiri kelas 3 yang dipindahkan ke kelas standar PBI akan tetap membayar mandiri dengan tarif yang tidak berubah dari saat ini.

Selain itu, penyederhanaan kelas nantinya berpengaruh terhadap kriteria fasilitas kesehatan di rumah sakit. Perbedaan utama dari kelas standar PBI dan non-PBI yakni luas ruangan dan jumlah kasur dalam satu ruangan.

Untuk peserta non-PBI atau mandiri, terdiri dari maksimal empat tempat tidur dengan ruangan seluas 10 meter. Sedangkan luas ruang kelas PBI lebih kecil dan ada enam tempat tidur.

Reporter: Abdul Azis Said

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...