Lonjakan Harga Minyak Goreng akan Memicu Kenaikan Inflasi Bulan Ini
Kebijakan baru pemerintah yang melepas harga minyak goreng memicu lonjakan pada harga. Hal ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada inflasi bulan ini.
Meski demikian, survei pemantauan harga Bank Indonesia (BI) hingga pekan ketiga, menunjukkan harga minyak goreng belum memberikan andil pada kenaikan inflasi. Berdasarkan data BI, inflasi Bulan Maret yang diperkirakan sebesar 0,54% secara bulanan (mtm) disumbang komoditas cabai dan telur ayam. Sementara harga minyak goreng justru mencatatkan penurunan atau deflasi cukup dalam.
"Berdasarkan survei pemantauan harga pada minggu ketiga Maret 2022, perkembangan harga pada minggu ketiga tetap terkendali dan diperkirakan inflasi 0,54% mtm," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/3).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahun kalender diperkirakan 1,1%, sedangkan inflasi tahunan naik menjadi 2,54%.
Erwin menyebut, penyumbang utama inflasi Maret 2022 hingga minggu ketiga, yaitu komoditas cabai merah sebesar 0,10% secara mtm, telur ayam ras, emas perhiasan, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT) masing-masing sebesar 0,05%, cabai rawit dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,04%.
Inflasi juga akan terjadi pada tempe, dan sabun detergen bubuk atau cair masing-masing sebesar 0,03%, bawang merah, tahu mentah, jeruk, daging sapi, angkutan udara masing-masing sebesar 0,02%, serta bawang putih dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01% (mtm).
Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP) sejumlah harga cabai terpantau naik dalam sebulan terakhir. Cabai merah besar naik nyaris 32% menjadi Rp 51.600 per kg, cabai merah keriting naik 28% menjadi Rp 51.600 per kg, dan cabai rawit merah yang naik 26% menjadi Rp 68.300 per kg.
"Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode ini yaitu minyak goreng sebesar 0,06% mtm dan tomat sebesar 0,01%," kata Erwin.
Sekalipun BI melihat deflasi pada minyak goreng, data SP2KP menunjukkan harga minyak goreng untuk semua jenis naik. Harga minyak goreng kemasan sederhana naik 23% menjadi Rp 20.100 per liter, dan kenaikan lebih tinggi pada jenis kemasan premium sebesar 34% menjadi Rp 23.400 per liter. Sementara minyak goreng curah naik 5% menjadi Rp 17.300 per liter.
Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan harga konsumen akan berbalik inflasi bulan ini di rentang 0,5%-0,6%. Berbeda dengan perkiraan BI, dia memperkirakan kenaikan harga minyak goreng akan ikut memberi andil kepada inflasi bulan ini.
"Dengan dilepasnya HET untuk minyak goreng kemasan diharap pasokannya meningkat, tapi tentu kita melihat dari sisi inflasi ini memang akan signifikan karena kenaikan tren harga minyak ini sudah dari dua bulan terakhir kurang lebihnya," kata Josua kepada Katadata.co.id
Ia mengatakan andil minyak goreng terhadap inflasi sebetulnya tidak sebesar beras, daging-dagingan juga komoditas bumbu-bumbuan. Meski demikian, perlu mewaspadai dampak dari efek lanjutan inflasi atau second round effect ke inflasi sektor lainnya terutama restoran.
Senada dengan Josua, Direktur Center of Economics and Law Study (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan kenaikan harga minyak goreng akan ikut menyumbang inflasi bulan ini bersama dengan cabai merah, olahan dari kedelai, daging ayam dan telur. Ia juga memperkirakan inflasi Maret ada di rentang 0,5%-0,6%.
Efek dari pencabutan HET untuk minyak goreng kemasan baru-baru ini juga menurutnya akan mulai terlihat pada inflasi bulan ini. Meski demikian, ia mewaspadai dampaknya akan signifikan ke inflasi bulan depan.
"Pada saat Ramadhan biasanya permintaan minyak goreng naik 20% dari bulan biasa, dan pada saat puncak Idul Fitri itu aiknya bisa 40%. Jadi melepas harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar ini kebijakan yang fatal karena yang akan dirugikan kelas menengah," kata Bhima kepada Katadata.co.id.