Ekspor Impor Melonjak, Neraca Perdagangan Maret Surplus US$ 4,53 M
Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan pada Maret 2022 mencetak surplus US$ 4,53 miliar, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya US$ 3,83 miliar maupun Maret 2021 US$ 2,19 miliar. Kinerja surplus perdagangan terjadi meski impor naik lebih tinggi secara bulanan dibandingkan ekspor.
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, ekspor pada Maret 2022 mencapai US$ 26,5 miliar, naik 29,42% dibandingkan bulan sebelumnya atau 44,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara impor mencapai US$ 21,97 miliar, melonjak 32,02% dibandingkan Februari 2022 atau 30,85% dibandingkan Maret 2021.
"Neraca perdagangan pada Maret 2022 surplus US$ 4,53 miliar. Berdasarkan catatan kami, surplus sudah terjadi selama 23 berturut-turut," ujar Margo dalam Konferensi Pers Perkembangan Ekspor-Impor Maret 2021, Senin (18/4).
Ia mencatat surplus perdagangan terutama terjadi dengan Amerika Serikat yang mencapai US$ 2,04 miliar, India US$ 1,21 miliar, dan Filipina US$ 916 juta. Sedangkan defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Thailand mencapai US4 565 juta, Australia US$ 515,9 juta, dan Argentina US$ 216 juta.
Margo menjelaskan, kinerja ekspor dan impor pada bulan lalu tak lepas dari pergerakan harga komoditas. Ia mencatat harga batu bara secara bulanan masih melonjak 49,91%, nikel naik 41,26%, dan minyak sawit mentah atau CPO naik 16,72%. Kenaikan harga juga masih terjadi pada harga minyak mentah Indonesia sebesar 18,58%, serta tembaga, alumunium, dan emas.
"Namun demikian, ada juga beberapa harga yang turun, di antaranya karet, timah, dan minyak kernel," kata dia.
Ia menjelaskan, ekspor sebesar US$ 26,5 miliar pada bulan lalu, terdiri dari ekspor migas US$ 1,41 miliar dan nonmigas US$ 25,09 miliar. Ekspor migas tumbuh 41,24% secara bulanan atau 54,75% secara tahunan, sedangkan ekspor nonmigas tumbuh 28,82% secara bulanan atau 43,82% secara tahunan.
Margo menjelaskan, kenaikan ekspor migas secara bulanan terutama didorong oleh kenaikan harga bahan bakar mineral atau HS27 yang naik 54,45%, serta besi dan baja atau HS72 yang naik 37,15%. Sedangkan ekspor migas ditopang oleh kenaikan harga minyak mentah 48,59% dan hasil minyak naik 40,57%
Secara perinci pada sektor nonmigas, kenaikan ekspor paling tinggi terjadi pada sektor pertambangan dan lainnya yang mencapai 50,18% dibandingkan bulan sebelumnya atau 143,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai US$ 5,4 miliar.
Kenaikan juga terjadi pada sektor industri pengolahan yang naik 23,99% secara bulanan atau 29,83% secara tahunan menjadi US$ 19,26 miliar. Adapun sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 7,67% secara bulanan atau 23,27% menjadi US$ 0,43 miliar.
BPS mencatat total ekspor pada sepanjang tiga bulan pertama tahun ini mencapai US$ 66,14 miliar, naik 35,25% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara ekspor nonmigas pada periode yang sama tumbuh 35,87% menjadi US$ 62,84 miliar.
Sementara itu, impor pada Maret terdiri dari impor migas mencapai US$ 3,49 miliar dan nonmigas US$ 18,48 miliar. Impor migas tumbuh 20,33% secara bulanan atau 53,22% secara tahunan, sedangkan nonmigas naik 34,5% secara bulanan atau 27,34% secara tahunan.
"Kenaikan mpor nonmigas disebabkan meningkatnya impor mesin dan perlengkapan elektrik atau HS85 sebesar 28,23%, serta mesin dan peralatan mekanis sebesar 18,65%. Sedangkan impor migas, terutama terjadi pada gas 33,81% dan hasil minyak 31,38%," katanya.
Berdasarkan penggunaan barangnya, impor terutama didorong oleh barang konsumsi yang naik 51,22% secara bulanan atau 26,01% secara tahunan menjadi US$ 1,82 miliar. Kelompok bahan baku atau penolong naik 32,6% secara bulanan atau 31,53% secara tahunan menjadi US$ 17,02 miliar, serta barang modal naik 20,31% secara bulanan atau 30,21% secara tahunan menjadi US$ 3,13 miliar.
BPS mencatat total impor pada sepanjang tiga bulan pertama tahun ini mencapai US$ 56,82 miliar, naik 30,97% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara impor nonmigas pada periode yang sama naik 26% menjadi US$ 48,19 miliar.
"Pada Januari-Maret 2022, Indonesia mengalami surplus US$ 9,33 miliar, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 5,53 miliar," ujarnya.