Alasan Kemenkeu Pecat ASN Disabilitas yang Dibatalkan Pengadilan
Kementerian Keuangan mengaku pemacetaan yang dilakukan kepada ASN disabilitas mental berinisial DH pada tahun lalu karena tidak memperoleh informasi soal penyakit yang diidap DH. Pengadilan pada Kamis (3/1) memenangkan seluruh gugatan DH terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Rahayu Puspasari menjelaskan, keluarnya surat pemberhentian kepada DH disebabkan adanya keterangan bahwa yang bersangkutan tidak hadir selama 129 hari pada Januari hingga September 2020. Adapun hingga hukuman disiplin yang dikeluarkan pada November 2020, DH dan keluarga tidak memberitahukan kondisi sakitnya baik secara tertulis maupun lisan kepada kantor maupun atasannya.
"Seandainya kondisi sakit ini diberitahukan sejak awal, tentu akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh atasan langsung dimana kepada pegawai yang sakit diberikan hak-hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya konseling, pengobatan, atau cuti sakit," kata Puspa dalam keterangan tertulisnya kepada Katadata.co.id, Jumat (3/6).
DH kemudian mengajukan gugatan atas keputusan pemecatan dirinya tersebut kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta pada November tahun lalu. Ia menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN).
Setelah persidangan berjalan lebih dari enam bulan, PTTUN dalam pembacaan putusan kemarin, Kamis (2/6), mengabulkan seluruh gugatan DH. Dalam keterangan tertulis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang turut mendampingi DH, hakim menyatakan bahwa SK pemberhentian dari Menteri Keuangan cacat prosedur dan cacat substansi hukum. Hakim juga memerintahkan Menteri Keuangan dan BPASN untuk memulihkan hak DH sebagai AS di Kementerian Keuangan.
Menanggapi hasil putusan tersebut, Puspa mengatakan pihaknya menghormati putusan dari PTTUN Jakarta. Ia juga memastikan pihaknya berempati terhadap penyandang disabilitas mental dan menghormati hak-hak mereka sebagaimana diatur dalam UU.
"Saat ini Kemenkeu masih menunggu salinan putusan dan akan mempelajari lebih lanjut sebagai pertimbangan untuk langkah selanjutnya," kata Puspa.
Gugatan DH ke PTTUN
Informasi yang diperoleh dari laman resmi LBH Jakarta, DH menggugat Menteri Keuangan dan BPASN ke PTTUN Jakarta pada November tahun lalu terkait keputusan pemecatan secara sepihak yang dialaminya. Alasan pemberhentian karena masalah presensi. Sementara, LBH menyebut DH tidak masuk kerja karena tengah mengidap skizofrenia paranoid yang saat itu tidak tertangani.
DH diberhentikan setelah 10 tahun lebih mengabdi di Direktorat Jenderal Pajak. Ia diketahui pernah memperoleh beasiswa master dari pemerintah Australia pada 2014.
Adapun DH baru mendapatkan penanganan dan perawatan psikologis pada pertengahan tahun lalu. Setelah kondisinya dinyatakan membaik, DH sempat mengajukan permohonan untuk dapat kembali bekerja dengan menjelaskan kondisinya dilengkapi hasil diagnosis skizofrenia.
Namun, permohonannya ditolak dan disarankan untuk mengajukan banding administratif melalui BPASN. Selain itu, DH juga diminta membayar ganti rugi negara ratusan juta karena melanggar ikatan dinas.
DH kemudian mengajukan banding administratif kepada BPASN pada September 2021. Sebulan kemudian, BPASN menyatakan menolak permohonan tersebut karena dianggap telah lewat waktu alias kadaluarsa dan diminta menerima putusan tersebut. Ia kemudian didampingi LBH Jakarta dan Perhimpunan Jiwa Sehat kemudian mengajukan gugatan ke PTTUN Jakarta.