Sri Mulyani Imbau Tak Jumawa, Ada Risiko dari Konflik Cina-Taiwan
Perekonomian Indonesia tumbuh makin kuat di kuartal II dan sudah melampaui level normal sebelum pandemi. Meski begitu, Sri Mulyani mengingatkan berbagai risiko baru yang membuat Indonesia tidak serta merta bisa berbangga diri dengan pencapain tersebut.
Sri Mulyani menyebut pandemi memukul perekonomian dalam negeri selama hampir tiga tahun terakhir. Dengan pandemi yang mulai bisa terkelola, dampaknya juga mulai bisa dikurangi. Namun, kini risiko bergeser dengan munculnya berbagai peristiwa baru, terutama dari kondisi ketegangan geopolitik global yang meningkat.
"Ini memberikan risiko risiko yang berbeda dan baru lagi. Artinya tidak ada tempat dan tidak ada waktu untuk kita jumawa atau kita merasa oh kita sudah pulih," kata Sri Mulyani dalam acara The 1st International Conference on Women and Sharia Community Empowerment, Kamis (11/8).
Dalam keterangan sebelumnya, bendahara negara itu juga mulai mengkhawatirkan meningkatnya ketegangan hubungan Cina dan Taiwan. Jika konflik di timur Asia itu memanas, maka proteksionisme ekonomi dunia bisa makin meningkat.
Sebelum Cina dan Taiwan, kondisi geopolitik global lebih dulu terpecah seiring perang Rusia dan Ukraina. Konflik di timur Eropa itu memicu semakin buruknya suplai bahan pangan dan energi sehingga beberapa negara sempat memberlakukan proteksi atas ekspor komoditas tertentu.
Perang di Ukraina yang memicu gangguan suplai telah menjadi pendorong semakin tingginya harga komoditas. Walhasil, inflasi global kini juga merangkak naik dan menjadi kekhawatiran banyak negara. Tekanan inflasi yang kemudian diikuti pengetatan kebijakan moneter juga jadi risiko bagi perekonomian dunia saat ini.
Dengan berbagai tantangan tersebut, Sri Mulyani kembali mengingatkan soal pentingnya kerja sama mengelola risko yang ada. Dengan begitu, diharapkan masyarakat khususnya yang berada di kelompok bawah dan rentan bisa terlindungi dari dampak negatifnya.
"Selama hampir tiga tahun kita masih dipengaruhi dan mendapatkan dampak yang tidak ringan dari Pandemi. Namun meskipun pandemi sekarang relatif bisa dijaga kita juga tetap waspada," kata Sri Mulyani.
Perekonomian Indonesia melanjutkan pemulihan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II mencapai 5,44% secara tahunan. Ini mempertahankankan pertumbuhan di level 5% selama tiga kuartal beruntun.
Pertumbuhan kuartal II bahkan lebih tinggi dibandingkan kuartal I sebesar 5,01% sekalipun basis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 sebetulnya sudah tinggi. Kinerja ini ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga yang tumbuh impresif 5,51%, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya 4,34%.
Ekspor juga tumbuh makin kuat. Pada kuartal II pertumbuhan e 19,74%, di atas realisasi kuartal sebelumnya di 16,22%. Namun, investasi yang sebelumnya tumbuh 4,09% kemudian melambat dengan pertumbuhan 3,07% pada kuartal II.