Sri Mulyani: Target Inflasi 2023 Lebih Rendah Efek Kenaikan Bunga
Pemerintah mematok target inflasi tahun depan sebesar 3,3% dengan asumsi bahwa beberapa harga pangan dan energi mulai turun seiring pengetatan moneter, termasuk kenaikan bunga acuan. Perkiraan inflasi tahun depan lebih rendah dari outlook tahun ini di rentang 4%-4,8%.
"Kami memahami bahwa sisi suplai mungkin mengalami perbaikan pada 2023 terutama karena negara-negara maju melakukan kebijakan yang hawkish sehingga berdampak terhadap melemahnya ekonomi mereka," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (31/8).
Perbaikan dari sisi suplai ini, menurut dia, akan menurunkan beberapa tekanan dari komoditas pangan dan energi. Menurut Sri Mulyani, beberapa komentar pejabat The Fed mengindikasikan kebijakan kenaikan bunga acuan di AS masih akan agresif.
Dengan asumsi bahwa perekonomian terpaksa dibuat melemah demi meredam inflasi, kemungkinan harga pangan dan energi bisa menjadi lebih rendah. "Ini yang kemudian memberikan estimasi bahwa tekanan dari harga komoditas mungkin akan mereda," kata Sri Mulyani.
Faktor lainnya yang mempengaruhi inflasi tahun depan, menurut Sri Mulyani, yakni meningkatnya permintaan. Namun, Sri Mulyani memastikan fiskal dan moneter akan merespons jika kenaikan inflasi didorong komponen inti. Inflasi inti mencerminkan kenaikan harga yang berasal dari meningkatnya permintaan.
Sri Mulyani juga sempat ditanya oleh anggota Komisi XI soal faktor kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap asumsi inflasi tahun depan. Namun, ia tidak menjawab secara tegas seberapa besar andilnya. Ia hanya bilang, pemerintah berupaya mencari titik keseimbangan kebijakan antara menjaga inflasi, kenaikan harga BBM subsidi dan pertumbuhan ekonomi.
Ia menekankan bahwa penanganan inflasi harus menggunakan alat yang tepat. Jika kenaikan inflasi didorong dari sisi suplai, solusinya juga harus memperbaiki dari sisi suplai. Ia mencontohkan, jika kelangkaan bahan pangan terjadi, maka solusinya adalah mencari komoditas substitusi seperti gandum yang diganti sorgum.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan inflasi dari sisi suplai yang direspons dengan kebijakan untuk menekan permintaan seperti kenaikan suku bunga akan menyebabkan ekonomi lebih tersakiti.
"Ini suasana di 2022 yang kita lihat bahwa tekanan inflasi dari sisi suplai beberapa yang bisa diselesaikan dalam jangka relatif pendek harus diselesaikan," kata Sri Mulyani.