Siap-siap Inflasi dan Kemiskinan Melejit Jika Harga BBM Subsidi Naik
Wacana kenaikan harga BBM berisiko mengerek inflasi dari level yang saat ini juga mencapai rekor tertingginya dalam hampir tujuh tahun. Tekanan inflasi yang tinggi bisa mendorong makin banyak masyarakat yang jatuh miskin.
Dalam riset Bank Mandiri, kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter akan mengerek inflasi 0,83 poin persentase. Kenaikan harga solar menjadi Rp 8.500 bisa mengerek inflasi 0,33 poin.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menghitung inflasi bisa naik menjadi 6%-7% secara tahunan jika harga pertalite di kerek hingga level Rp 10.000 per liter. Ini sudah menghtuung dampak langsungnya dengan tambahan inflasi 0,93 poin persentase serta dampak tidak langsung melalui second round effect.
"Kalau setiap kenaikan Rp 1.000 per liter dampak inflasinya sekitar 0,4 point presentasi," kata Josua kepada Katadata.co.id, Senin (22/8).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menghitung, dengan asumsi bahwa harga BBM secara keseluruhan naik 30%, bisa mengerek inflasi sampai 8% pada tahun ini. Adapun inflasi headline pada bulan lalu tercatat sebesar 4,94% secara tahunan merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015.
"Setiap kenaikan harga BBM 10% akan menambah inflasi satu poin persentase. Jika tahun ini diasumsikan inflasi di 5-6% jika tanpa kenaikan harga BBM, maka inflasi diperkirakan mencapai 8% dengan kenaikan harga 30%," kata Faisal kepada Katadata.co.id, Jumat (26/8).
Inflasi makin tinggi berarti biaya hidup makin mahal. Faisal mengingatkan risikonya terhadap penambahan jumlah orang miskin. Kesenjangan sosial di masyarakat juga bakal makin dalam jika masyarakat yang masuk ke jurang kemiskinan makin banyak.
Kenaikan harga BBM bisa mengerek harga pangan makin mahal. Inflasi kelompok harga pangan bergejolak saat ini sudah mencapai 11,47% secara tahunan pada bulan lalu. Kenaikan harga BBM bisa mengerek inflasi pangan mencapai 15%.
Kenaikan harga pangan ini akan lebih terasa bagi masyarakat menengah bawah. Alasannya, porsi yang mereka keluarkan untuk membeli kebutuhan pangan lebih besar dibandingkan masyarakat menengah atas.
Kenaikan harga ini kemudian menaikkan angka garis kemiskinan yang dihitung Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga akan ikut berpengaruh terhadap peningkatan jumlah orang miskin.
"Di kalangan bawah, dampaknya untuk makan mereka jadi lebih susah. Inflasi yang naik 8% bagi kalangan menengah atas paling hanya mengurangi biaya jajan dan kebutuhan tersiernya saja. Kalau kalangan bawah itu berarti akan mengurangi ongkos dia untuk belanja makan," kata Faisal.
Namun Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menilai kenaikan harga BBM tidak serta merta mendorong angka kemiskinan naik tinggi. Besar kecilnya dampak yang ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketersediaan jaring pengaman sosial.
"Kalau bantuan sosialnya cukup besar cakupannya, tidak hanya untuk keluarga miskin saja, tapi juga yang near-poor, dampak kenaikan harga BBM terhadap angka kemiskinan akan kecil atau bahkan tidak ada," ujarnya.
Pemerintah baru saja mengumumkan penambahan anggaran bantuan sosial sebesar RP 24,17 triliun untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga. Ini meliputi bantuan langsung tunai (BLT) kepada 20,65 juta keluarga sebesar Rp 12,4 triliun. Bantuan subsidi upah sebesar Rp 9,6 triliun serta bantuan untuk daerah sebesar Rp 2,17 triliun.