Banyak Negara Menghadapi Krisis Utang, Sri Mulyani Beberkan Solusi G20
Negara-negara ">G20 sepakat untuk melanjutkan bantuan kepada negara miskin yang menghadapi kesulitanpengelolaan utang. Upaya keringanan utang diberikan bukan hanya melaui skema yang sudah disiapkan G20, tetapi juga jaring pengaman keuangan global serta dukungan Bank Pembangunan Multilateral (MDB).
"Kami menghadapi konsekuensi yang tidak diinginkan, yakni perekonomian melemah, serta potensi memburuknya tekanan utang di banyak negara, tidak hanya negara berpenghasilan rendah tetapi juga negara berpenghasilan menengah dan tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers usai pertemuan keempat Jalur Keuangan Presidensi G20, Jumat pagi waktu Indonesia, (14/10).
Adapun negara-negara G20 telah memiliki skema bantuan keringanan utang yang disebut Common Framework for Debt Treatment. Fasilitas ini merupakan inisiatif G20 bersama kelompok kreditur Klub Paris.
Dengan tantangan saat ini, menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 menyepakati pentingnya peningkatan lebih lanjut dari implementasi Common Framework for Debt Treatment. Zambia baru saja memperoleh restrukturiasi utang melalui fasilitas keringanan utang. Selanjutnya, Chad dan Ethiopia yang diharap bisa memperoleh restrukturisasi tepat waktu.
Namun, menurut Sri Mulyani, upaya menangani masalah utang ini tidak hanya mengandalkan kerangka umum melalui fasilitas debt treatment. Sri Mulyani menyebut G20 juga mengandalkan jaring pengamanan keuangan global (GFSN). "yaitu apakah IMF memiliki kemampuan atau dalam hal sumber daya untuk mendukung banyak negara yang akan berada dalam situasi ini (beban utang)," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyebut negara-negara anggota melihat adanya peluang bagi MDBs menggunakan neraca mereka untuk memperkuat dan mendukung banyak negara miskin yang kesulitan akibat utang. G20 juga menyambut pembahasan awal dan mendorong MBD untuk melanjutkan pembahasan terkait opsi untuk menerapkan rekomendasi Kajian Independen tentang Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework/CAF).
Bank Dunia sebelumnya sempat menyoroti lambatnya pembahasan restrukturisasi utang negara miskin di bawah kerangka bersama G20. Negara-negara miskin diperkirakan menghadapi tagihan hutang jatuh tempo hingga puluhan miliar dolar AS pada tahun ini, lebih besar dari bantuan dari luar negeri yang bisa diharapkan.
"Kami bekerja sama erat dengan IMF dan G20 untuk mencoba memulai kembali dan memperkuat implementasi Kerangka Bersama G20 untuk pengurangan utang. Seperti yang diketahui, ini adalah proses yang sangat lambat," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam sambutannya di pembukaan pertemuan tahunan Bank Dunia, belum lama ini.
Ia mengingatkan bahwa tingkat utang di negara berkembang sudah tinggi saat ini. Utang jatuh tempo tahun ini dari negara miskin yang tergabung dalam Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) mencapai US$ 44 miliar. Nilainya lebih besar dari jumlah dukungan internasional yang mengalir ke negara-negara tersebut.
Senada, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan bahwa risiko krisis utang telah meningkat di negara berkembang dan emerging market. Faktor pendorongnya terutama pengetatan kondisi moneter yang menyebabkan biaya pinjaman makin mahal. Penguatan dolar AS menambah tekanan lebih lanjut pada risiko krisis utang.