Poin-poin Kontroversial RUU PPSK yang Rombak Aturan BI, OJK, LPS

Agustiyanti
12 Desember 2022, 18:50
RUU PPSK, BI, LPS, OJK
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (kedua kiri) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (8/12/2022). Rapat kerja tersebut membahas mengenai naskah Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
  • Pembelian Surat Berharga Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Perdana

Bank Indonesia dalam RUU PPSK kembali diberi kewenangan untuk membeli surat berharga negara di pasar perdana. Kewenangan ini berlaku dalam kondisi krisis sebagaimana ditetapkan oleh presiden. 

Kewenangan BI membeli SBN di pasar perdana sebenarnya sudah diatur oleh UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Melalui ketentuan pada beleid tersebut,  lahir tiga Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kemenkeu dan BI yang berakhir tahun ini. Namun UU tersebut hanya berlaku selama status pandemi masih berlaku.

  • Kewenangan Baru LPS sebagai Penjamin Polis

LPS memperoleh tambahan kewenangan sebagai lembaga penjamin polis dalam RUU PPSK. Penjaminan polis ini bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya akibat kesulitan keuangan.

  • Tambahan Kewenangan OJK

Melalui RUU PPSK, OJK mendapatkan tambahan kewenangan untuk mengawasi kegiatan investasi di sektor inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK), aset keuangan digital, dan aset kripto, hingga perdagangan atau bursa karbon. 

  • Pengelolaan Pungutan Industri Keuangan

    Aturan terkait pungutan industri sektor jasa keuangan diubah dalam RUU PPSK. Pungutan industri jasa keuangan tak lagi masuk sebagai penerimaan OJK, tetapi akan dikelola sesuai peraturan perundang- undangan di bidang keuangan negara. 

Adapun anggaran OJK dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

  • Tambahan Anggota Dewan Komisioner dan Pembentukan Badan Supervisi OJK - LPS

RUU PPSK mengamanatkan penambahan jumlah anggota dewan komisioner LPS dari saat ini enam anggota dewan komisioner menjadi tujuh anggota dewan komisioner. Sementara jumlah anggota dewan komisioner OJK ditambah dari sembilan menjadi 11 anggota dewan komisioner. 

Omnibus law ini juga mengamanatkan pembentukan badan supervisi OJK dan LPS, sebagaimana yang dimiliki Bank Indonesia saat ini.

 

Halaman: