Menko Airlangga soal Ancaman Buruh Demo Perppu Ciptaker: Ini Demokrasi
Peraturan Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diterbitkan pada penghujung 2022 menuai penolakan dari serikat buruh. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melihat dinamika tersebut sebagai bagian demokrasi.
"Demokrasi kan harus ada yang memberi apresiasi dan mengkritik," kata Airlangga ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (5/1).
Airlangga mengatakan penerbitan beleid baru tersebut untuk memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha di tengah berbagai tantangan ekonomi tahun ini. Aturan ini juga dibutuhkan untuk membantu pemerintah mencapai target investasi tahun ini Rp 1.400 triliun.
"Kalau misalnya tidak ada dasar hukumnya, bank tanah kelanjutannya bagaimana? Kemudian yang terkait dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), kemudian sovereign wealth fund (INA) bagaimana?," ujarnya.
Peraturan yang dirilis tepat sehari sebelum pergantian tahun itu menuai sejumlah kritikan. Serikat buruh berencana menggelar demonstrasi besar-besaran untuk menentang aturan tersebut. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, salah satu tuntutan mereka adalah membatalkan aturan tersebut.
Mirah meminta aturan ketenagakerjaan kembali kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Jika tak bisa dilakukan, ia berharap aturan Cipta Kerja direvisi dan memasukkan poin yang diajukan pekerja.
"Sampai saat ini, konsolidasi sedang kami lakukan. Kami akan segera melakukan aksi bersama, all-out, kepada pemerintah," kata Mirah kepada Katadata.co.id, Rabu (4/1).
Selain itu, buruh juga akan menyurati Presiden Joko Widodo tentang poin-poin keberatan mereka. Mirah mengatakan, mereka tak akan menggugat aturan baru ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran kendala biaya.
Asosiasi pengusaha sebetulnya juga memiliki ketidakcocokan dengan beberapa poin dalam Perppu tersebut. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani khawatir dengan formula penghitungan Upah Minimum (UM) yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu.
Hariyadi lalu membandingkan formulasi upah dalam UU Cipta Kerja yang hanya mencakup satu variabel yaitu pertumbuhan ekonomi atau inflasi. "Justru ini sebetulnya malah akan menyusutkan tenaga kerja," ujar Hariyadi dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta, Selasa (3/1).
Ia juga menyoroti terkait pasal pekerja alih daya dalam pasal 64. Pasal itu berbunyi perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya kepada perusahaan lain. Namun, ayat (2) pasal tersebut berbunyi pemerintah bisa menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya.
Kemungkinan adanya pengaturan pekerja alih daya oleh pemerintah ini menjadi sorotan Apindo. "Kami khawatir ini kembali ke spirit UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,” ujar Hariyadi.