Jokowi Beri Insentif PPN Sektor Properti, Simak Realisasi KPR Terkini
Presiden Joko Widodo memberi insentif berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar. Insentif pajak tersebut berlaku hingga Juni 2024.
Keputusan itu disepakati dalam rapat internal Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (24/10). Turut hadir dalam rapat tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Suharso Monoarfa, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Airlangga menjelaskan, pembebasan 100% PPN akan berlaku segera dengan batas maksimal hingga Juni tahun depan. Setelah Juni 2024, Jokowi tetap memberikan insentif pengurangan PPN menjadi 50% untuk pembelian rumah baru.
Menurut Airlangga, penyaluran stimulus itu bertujuan untuk mengerek penjualan sektor properti. Ia mengatakan sektor ini sanggup menyumbang 14-16% produk domestik bruto (PDB) nasional.
Bagaimana sesungguhnya realitas perkembangan penyaluran kredit perbankan, khususnya kredit terkait sektor properti?
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit perbankan pada September 2023 tercatat Rp 6.803 triliun atau tumbuh 8,7% dalam perhitungan tahunan (Year on Year/YoY). Pertumbuhan ini lebih rendah dari kenaikan penyaluran kredit perbankan pada bulan sebelumnya, yakni 8,9%.
Penyaluran kredit pada debitur perorangan tumbuh 9%, sedangkan debitur korporasi 8,3%.
Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan penyaluran kredit pada September 2023 ditopang oleh kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi.
Kredit modal kerja tumbuh 8,3%, dari sebelumnya 8,2%. Perkembangan kredit modal kerja bersumber dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan yang tumbuh 26,2%, atau lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya 22,9%.
Kredit investasi tumbuh 9,8%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 10%, terutama bersumber dari sektor industri pengolahan serta sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan.
Kredit konsumsi tumbuh 8,4%, lebih rendah dari bulan sebelumnya, yakni 9,1%. Ini terutama didorong kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan kredit multiguna.
Secara rinci, penyaluran KPR tercatat Rp 695,9 triliun atau tumbuh 12%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 12,3%. penyaluran KKB tercatat Rp 128,3 triliun atau hanya tumbuh 6,7%, jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 14,6%. Kredit multiguna sebesar Rp 1.117 triliun, pertumbuhannya hanya 6,5%, lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,7%.
Kemudian, penyaluran kredit properti tumbuh 8,7%, terutama berasal dari pertumbuhan KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) 12,7%, khususnya pertumbuhan kredit KPR tipe 22 - 70. Kredit konstruksi tumbuh 3%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tumbuh 3,2%, khususnya pada konstruksi bangunan jalan tol di DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Di sisi lain, kredit real estate tumbuh 9,1%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya 13,8%, terutama pada kredit real estate gedung perkantoran.
Selanjutnya, penyaluran kredit kepada usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) tumbuh 8,2%, lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,9%. Kredit UMKM skala mikro tumbuh 25,7%. Berdasarkan jenisnya, pertumbuhan kredit UMKM dipengaruhi oleh kredit investasi dan modal kerja.