Sri Mulyani: Pelemahan Mata Uang Lain Lebih Parah daripada Rupiah
Dalam beberapa bulan terakhir, rupiah mengalami pelemahan bahkan sempat berada dalam level Rp 15.900 per dolar Amerika Serikat. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menilai pelemahan ini terjadi karena nilai dolar AS yang kian menguat.
Kondisi tersebut juga dialami oleh negara-negara lain. Ketua KSSK dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 27 Oktober 2023 berada di level 106,56 atau menguat 2,93% secara year-to-date (ytd).
Peningkatan indeks DXY memberikan tekanan depresiasi terhadap mata uang utama, seperti yen Jepang dan dolar Australia. Keduanya melemah masing-masing 12,61% dan 6,72% ytd. Depresiasi juga terjadi pada mata uang kawasan ASEAN, seperti ringgit Malaysia dan baht Thailand masing-masing 7,82% dan 4,39%
Sri Mulyani menilai pelemahan rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang lainnya. Langkah menstabilkan nilai tukar rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung upaya pengendalian imported inflation.
Upaya lainnya juga terus diperkuat untuk meningkatkan mekanisme pasar dalam manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri. “Serta meningkatkan dan memperluas koordinasi dalam rangka implementasi instrumen penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Jumat (3/11).
Penguatan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan juga akan terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas bauran kebijakan makro. Langkah ini untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Sebagai informasi, sampai pukul 11.30 hari ini, Jumat (3/11) rupiah mengalami penguatan 0,53% ke level Rp 15.733 terhadap dolar AS.