Kemenkeu Prediksi Rupiah Lanjut Menguat, Ini Faktor Pendorongnya

 Zahwa Madjid
23 November 2023, 15:43
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu berbicara pada sesi Midterm Review Plenary 1 dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/5/2022). Sesi tersebut mengangkat te
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu berbicara pada sesi Midterm Review Plenary 1 dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/5/2022). Sesi tersebut mengangkat tema "Resourching risk-informed regenerative and sustainable development".

Kepala Badan Kebijkan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu memperkirakan nilai tukar Rupiah akan tetap terjaga walau hadapi ketidakpastian global dan tingginya suku bunga acuan dari bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.

Bahkan, data per 17 November 2023 menunjukkan kurs Rupiah sudah kembali menguat atau terapresiasi sebesar 0,86% secara year to date (ytd), dibandingkan dengan depresiasi atau penuruan nilai mata uang yang terjadi pada awal 2023.

Febrio pun membandingkan kondisi tersebut dengan krisis ekonomi tahun 2008. Saat itu, kurs Rupiah tertekan dengan sangat signifikan.

“Akan tetapi kenaikan suku bunga AS sebesar 500 bps dalam posisi yang sangat cepat, tetapi kurs kita terjaga dengan sangat kuat, ini kita sudah dalam kondisi apresiasi bukan depresiasi,” terang Febrio dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (22/11).

Febrio menyebut, indikator penting bagi perbankan adalah suku bunga global dan risk free (RFR) yang ditunjukan oleh yield SBN 10 tahun. RFR merupakan return minimum yang diharapkan oleh investor untuk setiap intrumen investasi mereka.

Pada tahun 2008-2009 bahkan 2011, biasanya spread antara SBN 10 tahun Rupiah dan US Treasury 10 tahun (UST) di pasar sekitar 400 bps. Jika dalam kondisi krisis bisa melebar sangat cepat, bahkan SBN Indonesia bisa mencapai di atas 10%.

Di tengah ketidakpastian global tersebut, kata dia, negara berkembang biasanya mengalami depresiasi mata uang. Sebab, adanya arus modal balik ke negara maju karena yield UST yang tinggi. Namun, Indonesia justru mengalami resiliensi spread SBN.

Emerging economies biasanya mengalami depresiasi karena modal balik ke US, Indonesia justru mengalami resiliensi spread antara 10 tahun SBN kita dengan 10 tahun UST. Saat ini berada di 200 bps ini kondisi yg luar biasa,” kata Febrio.

Hal tersebut menunjukan kepercayaan investor baik domestik maupun global terhadap kondisi dan stabilitas perekonomian Indonesia. Kondisi ini juga ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang baik serta inflasi yang terjaga.

“Sudah jelas ditopang oleh pertumbuhan yang resilien dan inflasi yang kita jaga sangat baik, ini strategi yang akan kami siapkan tentunya dari Kemenkeu bersama otoritas moneter, akan selalu menjaga stabilitas ekonomi makro, memberikan iklim yang kondusif bagi sektor riil untuk bisa berkembang dengan baik,” katanya.

Reporter: Zahwa Madjid

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...