Janji-janji Capres Bermunculan Jelang Pemilu, Apa APBN Kuat Biayai?

Ferrika Lukmana Sari
4 Desember 2023, 10:07
APBN
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah) dan Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) berpegangan tangan usai beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat perdana tersebut mengangkat topik pemerintahan, hukum HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, serta peninngkatan layanan publik dan kerukunan warga.

Ketiga calon presiden dan wakil presiden 2024-2029 mengobral berbagai program kampanye untuk menggaet lebih banyak pemilih. Namun janji-janji tersebut harus dibarengi dengan program dan strategi fiskal yang rasional.

Jika tidak, maka program tersebut dikhawatirkan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sehingga kebijakan ekonomi para kandidat harus diarahkan untuk mencari solusi yang tepat terhadap masalah di masyarakat.

Misalnya saja, capres Ganjar Pranowo dalam acara bincang - bincang di Youtube pada September lalu, berjanji akan menaikkan gaji guru menjadi 30 juta. Butuh anggaran lebih dari Rp 100 triliun untuk mewujudkan mimpi Ganjar.

Merujuk data Kemendikbudristek jumlah guru di Indonesia mencapai 3,36 juta orang pada semester ganjil tahun ajaran 2023/2024. Mereka mengajar di berbagai jenjang mulai dari Taman Kanak - Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah (SMA).

Jika Ganjar ingin menaikkan gaji guru Rp 30 juta, maka kebutuhan anggaran bisa mencapai Rp 100,8 triliun. Biaya itu tentu tidak sedikit, karena biaya pendidikan sudah memakan 20% anggaran negara per tahun.

Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabumi Raka akan mendorong program makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak usia balita dan ibu hamil.

Program ini menyasar 82,9 juta orang secara bertahap sampai dengan 2029. Jika makan gratis senilai Rp 15 ribu per orang, setidaknya butuh Rp 1,24 triliun untuk membiaya program ini dalam sekali waktu. Sehingga diperkirakan akan menghabiskan dana triliunan rupiah jika berlangsung secara rutin.

Berpotensi Bebani APBN

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, program tersebut pasti akan membebani APBN. Dia bilang, program makan siang gratis tersebut diakui oleh Prabowo berbiaya Rp 400 triliun.

"Program pajak apa yang mampu menghasilkan penerimaan pajak sampai Rp 400 triliun? tax amnesty 2016/17 saja cuma menghasilkan Rp 130 triliun," kata Fajry kepada Katadata.co.id, Sabtu (2/11).

Namun program pajak mereka dinilai belum jelas. Dia teringat, dua tahun awal pemerintahan Jokowi. Saat itu, program pemerintah begitu jor-joran membangun infrastruktur tapi penerimaan pajak tak bisa digenjot. Alhasil, defisit anggaran membengkak sehingga berdampak bagi dunia usaha.

Tercatat penerimaan pajak 2015 mencapai Rp 1.055 triliun, atau hanya 81,5% dari target APBNP. Saat dua tahun awal pemimpinan Jokowi itu, ekonomi memang melambat terutama pada sektor pengolahan, pertambangan serta adanya penurunan harga komoditas.

Fajry mengimbau kepada para capres-cawapres menyadari kondisi tersebut. "Kalau tidak, kita akan hadapi risiko fiskal lagi. Terlebih, kali ini ketidakpastian dalam ekonominya tinggi," ucapnya.

Adapun Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah meminta para capres melakukan evaluasi dan fokus pada program yang memberikan manfaat bagi masyarakat serta perekonomian.

"Ini yang seharusnya jadi fokus evaluasi terhadap program capres. Jangan sampai program yang ditawarkan lebih bersifar populis," ucap Piter.

Badan Penerimaan Negara (BPN)

Menurutnya, semua capres mempunyai program untuk meningkatkan penerimaan. Misalnya, pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar akan membentuk badan penerimaan negara, dengan memisahkan Dirjen Pajak dan Bea Cukai dari Kemenkeu.

Rencana ini tertuang dalam Visi, Misi, dan Program Kerja Indonesia Adil Makmur Untuk Semua. Melalui rencana ini, Anies ingin badan penerimaan negara berada di bawah langsung presiden untuk memperbaiki koordinasi antar instansi serta meningkatkan penerimaan negara.

Tak berbeda, Prabowo juga ingin menyempurnakan sistem penerimaan negara dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN). Kemudian mendorong sektor informal menjadi sektor formal demi menghasilkan pajak tambahan.

Halaman:
Reporter: Ferrika Lukmana Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...