Jejak Transaksi Janggal Pemilu, dari Tambang Ilegal, Judi dan Korupsi
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut dugaan transaksi janggal Pemilu 2024 mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Transaksi tersebut disinyalir terkait tindak pidana pencucian uang.
"Terindikasi uang untuk pemilu, antara lain, untuk kampanye dan kegiatan lain, berasal dari tindak pidana ilegal mining [tambang], kejahatan di bidang lingkungan, korupsi, judi dan lain-lain," kata Koordinator Humas PPATK M Natsir Kongah kepada Katadata.co.id, Kamis (21/12).
Transaksi mencurigakan itu terungkap akibat aktivitas janggal pada rekening khusus dana kampanye (RKDK). Biasanya, transaksi RKDK cenderung aktif digunakan saat kampanye pemilu, namun ini justru melandai. Pergerakan uang justru diduga terjadi pada rekening lain.
"Sumbangan dana pemilu dari orang per orang, lembaga dan korporasi itu, harusnya disetor atau diserahkan ke RKDK rekening khusus dana kampanye. Tapi yang kita lihat, di rekening RKDK melandai, tidak banyak fluktuasi debit dan kredit yang ada," ujarnya.
PPATK justru menyoroti kenaikan signifikan dari rekening peserta pemilu hingga bendahara umum partai politik (Parpol). Natsir memperkirakan, kenaikan transaksi tersebut bisa lebih dari 100% pada semester II 2023.
Padahal, sebelum masuk masa kampanye, peserta pemilu wajib membuat RKDK untuk menampung kebutuhan dana kampanye. Rekening ini juga harus dipisahkan dari rekening keuangan Parpol atau keuangan pribadi peserta pemilu.
Selain itu, transaksi keuangan selama masa kampanye pemilu mesti dilaporkan dalam bentuk laporan awal dana kampanye dan laporan penerima sumbangan. Kemudian laporan penerima dan pengeluaran dana kampanye pemilu.
Ratusan Miliar Mengalir ke Rekening Bendahara Parpol
Berdasarkan surat PPATK ke KPU pada tanggal 8 Desember 2023 terungkap bahwa PPATK menemukan transaksi bernilai ratusan miliar di rekening bendahara partai politik periode April-Oktober 2023.
PPATK juga mengungkap temuan penggunaan uang tunai dari ratusan ribu safe deposit box (SDB) di bank BUMN ataupun swasta dari Januari 2022 hingga 30 September 2023. Berdasarkan surat tersebut, PPATK menyebut transaksi keuangan ini berpotensi digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.
Menanggapi hal itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, analisis transaksi ini tidak menyasar salah satu bendahara partai. Namun disampaikan setelah PPATK menganalisis transaksi seluruh bendahara partai.
"Kami memang lakukan analisis menyeluruh. Tidak targeted. Kami menjaga proses politik ini tidak melibatkan dana-dana ilegal," ujarnya.
PPATK Berpotensi Blokir Rekening terkait Pemilu
Ivan mengatakan, PPATK berpotensi membelokir rekening-rekening janggal tersebut jika terbukti ada tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"[Pemblokiran] jika ada indikasi TPPU," ujarnya.
Sementara untuk saat ini, kata Natsir, PPATK masih memantau perkembangan kasus ini. Setelah PPATK melaporkan temuan ini ke KPU, Bawaslu dan KPK.
"Masih berproses [rencana pemblokiran rekening]. [Sifatnya] paralel, kita masih terus memantau," kata dia.
Sebagai informasi, PPATK sebagai penyidik maupun sebagai institusi negara mempunyai kewenangan memblokir rekening yang mencurigakan. Lembaga ini berwenang sebagai penyidik dalam tindak pidana pencucian uang.
Tindakan Pemblokiran rekening oleh PPATK, telah dinyatakan sah secara hukum. Kewenangan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Salah satu kewenangan PPATK adalah meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana. PPATK juga berhak memberikan informasi temuan ini ke instansi lain maupun publik.
Bawaslu Ambil Tindakan
Bawaslu kemudian meminta seluruh peserta Pemilu 2024 untuk menggunakan RKDK sesuai aturan yang berlaku. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mendesak, seluruh peserta Pemilu untuk melakukan konsolidasi seluruh aktivitas dana masuk dan dana keluar Pemilu.
"Nanti tanggal 7 Januari, laporan awal dana kampanye (yang mencurigakan) bisa jadi permasalahan, jika kemudian pergerakan rekening dana pemilu bermasalah,” kata Bagja dikutip dari Antara, Jumat (22/12).
Menurut dia, semua peserta juga harus mencatat seluruh keterangan transaksi secara jelas, rinci, dan tidak menggunakan anonim yang mencurigakan, termasuk transparansi nama penyumbang dan besar nominal yang sesuai ketentuan.
“Jangan nanti ada Hamba Allah (dalam keterangan rekening) itu tidak boleh. Dalam PKPU juga tidak boleh, harus ada nama penyumbang dan lain-lain,” katanya.