Akibat Pelemahan Rupiah, Cicilan Utang Pemerintah Bisa Bengkak

Ferrika Lukmana Sari
Oleh Ferrika Lukmana Sari - Zahwa Madjid
3 April 2024, 21:43
utang
ANTARA FOTO/Khalis Surry/tom.
Seorang warga membawa uang pecahan yang baru ditukarkan saat kegiatan Semarak Rupiah Ramadhan dan Berkah Idul Fitri (Serambi) 2024 di Taman Budaya, Banda Aceh, Aceh, Senin (25/3/2024). Program Serambi 2024 Bank Indonesia di Provinsi Aceh menyiapkan uang pencahan baru Rp5,4 triliun untuk memberi kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan uang pencahan baru untuk kebutuhan Lebaran pada 25 Maret - 5 April 2024.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan membuat cicilan utang pemerintah membengkak. Sebab, utang luar negeri pemerintah berdenominasi valuta asing (valas) seperti dolar AS.

Dengan demikian, beban bunga dan utang luar negeri yang ditanggung pemerintah juga makin besar. Karena dolar AS menjadi semakin mahal dibandingkan nilai rupiah yang kini menyentuh Rp 15.920 per dolar AS.

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra membenarkan bahwa utang luar negeri dalam bentuk dolar AS akan semakin membebani pemerintah. "Masalah utang luar negeri yang sudah ada, bisa menambah beban pembayarannya akibat pelemahan rupiah," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (3/4).

Menurut Ariston, faktor-faktor pelemahan rupiah masih terbesar dari ketegangan geopolitik, keengganan bank sentral AS, The Fed menurunkan suku bunga lebih cepat, prospek peningkatan inflasi Indonesia, defisit neraca transaksi berjalan sehingga peluang rupiah tembus Rp 16.000 per dolar AS masih terbuka lebar.

Rupiah Tertekan Harga Komoditas

Sementara itu, Analis Pasar Uang Lukman Leong pun menilai rupiah memang masih tertekan karena harga komoditas yang lemah membuat nilai ekspor Indonesia ikut menurun.

“Untuk bisa mendorong penguatan rupiah, diharapkan The Fed dan bank-bank sentral dunia bisa memangkas suku bunga lebih agresif dan harga komoditas naik,” ujarnya.

Kendati demikian, ia menilai cadangan devisa Indonesia masih kuat. Sehingga penambahan utang luar negeri akibat melemahnya rupiah dinilai tidak relevan.

“Cadangan devisa kita masih melebihi nilai 6 bulan impor. Namun penambahan utang mungkin perlu untuk APBN. Mengingat defisit fiskal sudah mendekati ambang 3%,” ujarnya.

Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 44,0 miliar pada Februari 2024. Nilai ini turun dibandingkan posisi Januari 2024 sebesar US$ 145,1 miliar karena dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Pemerintah Diminta Segera Menstabilkan Nilai Rupiah

Untuk menjaga stabilitas rupiah, Ariston meminta pemerintah bisa meningkatkan daya tarik investasi asing ke dalam negeri dan juga memberi insentif ekspor agar suplai dolar bisa bertambah.

Bank Indonesia juga sebagai pelaksana moneter mungkin dalam jangka pendek akan melakukan intervensi dan menaikan suku bunga acuan untuk mengurangi penarikan dana ke luar negri.

Sementara Lukman meminta pemerintah untuk mengantisipasi dampak pelemahan rupiah agar kepercayaan investor kembali pulih. Karena aliran modal investor bisa sangat memengaruhi pergerakan rupiah.

Di sisi lain, eksportir mendapat untung besar dari pelemahan rupiah. Karena pendapatan yang mereka peroleh menjadi lebih besar ketika dikonversi dari dolar AS menjadi rupiah. “Yang diuntungkan pada umumnya adalah eksportir. Karena usahanya bisa meraih pendapatan dolar dan pengeluaran rupiah,” ujar Lukman.

Reporter: Zahwa Madjid

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...