Israel Coba Jegal Indonesia Masuk Keanggotaan OECD
Israel mencoba menjegal Indonesia untuk masuk dalam keanggotaan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan(OECD). Bahkan Israel memberikan syarat khusus jika Indonesia ingin bergabung dalam organisasi negara maju tersebut.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi mengungkapkan bahwa Israel sempat menjadi salah satu negara yang menolak keanggotaan Indonesia di OECD.
Dia mengungkapkan, alasan Israel menolak karena mensyaratkan ada rekognisi atau pengakuan sebagai sebuah negara dari Indonesia. Dalam hal ini, posisi pemerintah Indonesia sudah jelas menolak pengakuan tersebut.
"Sebenarnya satu negara itu (Israel) bukan memblokade, dia hanya mensyaratkan adanya rekognisi. Posisi kita kan jelas dengan dia," kata Edi saat media briefing 'Peran Kepemimpinan Indonesia Dalam Kerja Sama Ekonomi Internasional' di Jakarta, Kamis (30/5).
Pihaknya telah menyampaikan sikap Indonesia sejak zaman Menteri Luar Negeri Ali Alatas kepada Israel. Sehingga persyaratan pengakuan itu tidak hanya ditolak dalam konteks rekognisi antara pemerintahan, melainkan impresi masyarakat Indonesia terhadap Israel sendiri sudah memburuk.
Hal itu merupakan imbas dari berbagai serangan yang dilancarkan Israel terhadap Palestina. Yang terakhir, tentara Israel menyerang area pengungsian di Rafah. "Ini bukan soal rekognisi yang ditetapkan pemerintah, tapi impresi masyarakat kita itu bagaimana," ujarnya.
Di tengah tekanan dunia untuk segera melakukan solusi antar dua negara, pemerintah Israel masih enggan melakukan hal tersebut.
Edi menilai Israel sebagai anggota OECD harusnya mematuhi tiga pilar utama organisasi yang ditetapkan, yakni values, visions dan priorities. Di samping itu, Israel juga harus mematuhi prinsip OECD untuk mempromosikan perdamaian (promote peace).
"Bahkan di 2007, ada initial meeting convention menyatakan promote peace dan itu masih sampai sekarang diakui. Kita angkat, itu dulu sepakat loh . Sekarang bagaimana? Mau diakui enggak?," kata dia.
Tidak Perlu Merisaukan Posisi Israel di OECD
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu merisaukan posisi Israel dalam proses aksesi Indonesia sebagai anggota penuh OECD.
Meski calon anggota penuh baru OECD perlu mendapat persetujuan dari semua negara anggota OECD, termasuk Israel, Kemenlu menyatakan keputusan akhir pencalonan Indonesia pada akhirnya baru akan ditentukan pada masa mendatang.
“Kita tidak bisa berspekulasi bahwa kita pasti akan diveto Israel, karena perkembangan ke depan masih panjang,” ucap Juru Bicara Kemlu Lalu Muhamad Iqbal di Jakarta, Jumat (31/5).
Setelah Indonesia menerima peta jalan aksesi OECD pada awal Mei, Indonesia akan melakukan penilaian mandiri (self-assessment) untuk memastikan kesesuaian norma-norma sistem dan regulasi nasional dengan persyaratan keanggotaan OECD.
Selain itu, Indonesia juga akan menyusun nota awal (initial memorandum) sebagai pemenuhan standar dan syarat keanggotaan penuh OECD. Memorandum tersebut akan menjadi alat bagi Indonesia untuk menyampaikan kepada dunia terkait reformasi yang akan dilakukan.
Hal tersebut, menurut Iqbal, tidak akan selesai dalam waktu yang singkat karena proses aksesi Indonesia ke OECD bisa memakan waktu tiga tahun, sebagaimana yang ditargetkan pemerintah, atau mundur hingga lima tahun.
Hal itu karena perubahan kondisi internasional bisa terjadi dalam rentang waktu yang panjang itu. Oleh karena itu, dia berharap Israel-Palestina dapat berakhir dalam lima tahun mendatang sehingga tidak ada lagi kepentingan bagi Israel untuk menolak partisipasi Indonesia.
“Mudah-mudahan, dalam lima tahun ke depan Israel sudah setuju dengan solusi dua negara, dan Palestina sudah menjadi negara merdeka dan anggota penuh PBB,” ujar dia.
Kemlu sebelumnya juga menepis isu Indonesia akan menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel agar bisa diterima sebagai anggota OECD dan menyatakan bahwa Indonesia tetap kokoh mendukung kemerdekaan Palestina dalam kerangka solusi dua negara.
“Tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel, terlebih di tengah situasi kekejaman Israel di Gaza saat ini,” kata Iqbal dalam keterangannya pada 11 April 2024 lalu.
Saat ini, Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang berstatus sebagai negara aksesi OECD. Indonesia telah menerima Peta Jalan Aksesi pada Pertemuan Tingkat Menteri OECD 2-3 Mei 2024.
Keanggotaan di OECD diyakini akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia karena dapat meningkatkan investasi dari negara-negara OECD hingga 0,37% dan menaikkan produk domestik bruto (PDB) hingga 0,94%.